bab 8

34K 982 6
                                    

Duduk di tepi kasur sambil menggosok rambut basahnya, Yusuf menggeram frustasi.
Siapa sangka Yusuf melihat pemandangan yang seharusnya tak ia lihat. Ia tanpa sengaja melihat tonjolan dada Ana meski tak seluruhnya karena tertutup bulatan putih. Sepertinya itu alat pompa.

Namun ia lelaki normal, ia yang sudah pernah merasakan empuknya dada perempuan tiba-tiba gairahnya muncul. Padahal saat bersama mendiang istrinya, ia harus melihat film biru terlebih dahulu untuk meningkatkan libido sebelum melakukan hubungan badan. Sedang saat ini, hanya melihat bagian atas dada Ana yang bisa dikatakan cukup besar, putih dan mulus. Gairah yang biasanya perlu dipancing tiba-tiba muncul ke permukaan.

Yusuf yang tersadar pun langsung putar arah ke kamarnya. Ia terpaksa mandi keramas malam-malam berharap   keinginan yang seharusnya tak terjadi segera padam.

Namun bayangan bentuk dada Ana tak bisa ia hilangkan dari ingatan.

Tok tok tok

"Den Yusuf.." suara mbokNah mengalihkan pikiran Yusuf.

"iya mbok. Kenapa?" Jawabnya setelah berhasil membuka pintu.

"Aden mau makan sekarang atau tidak?? Nanti makanannya keburu dingin."

"Iya mbok. Saya makan sekarang. Tolong mbokNah panggil Ana, suruh makan juga. Tadi ibu pesen gitu." Terpaksa Yusuf berbohong. Ia takut semakin terbayang dada Ana jika ia harus membangunkan Ana di kamar Ery.

Yusuf segera menuju meja makan untuk makan malam,lalu tidur. Hari ini pekerjaan cukup menyita tenaganya. Di resto pusat sedang ada acara pertunangan anak seorang bupati, lalu ada beberapa komplain di kios minuman viral miliknya.  Sebelum pulangpun ia harus memenuhi janji dengan pelanggan yang ingin menyewa restonya untuk sebuah acara. Ia yang biasanya masih bisa bercanda dengan anaknya sepulang kerja, harus terima kalau Ery tidur saat ia pulang terlambat.

Usia Ery sudah 5 bulan, sekarang bayi cantiknya sudah semakin lucu. Sudah bisa di ajak bercanda dan mulai belajar duduk. Ia sering rindu kelucuan Ery, ingin sepanjang hari di rumah, namun ia harus bekerja untuk hidupnya juga hidup anaknya di masa depan. Tak bolehlah ia berleha-leha.

"Permisi Pak.. saya mau ijin lewat." Ana dengan muka bantalnya lewat depan matanya. Kamar Ana memang harus lewat area ruang makan. Ana memakai baju terusan dengan kancing di depan,. Meski bajunya tidak pas badan namun Yusuf yang sudah melihat aset Ana jadi melihat Ana dengan pandangan yang berbeda.

"Ya."
Segera Yusuf habiskan makan malamnya. Melihat muka bantal Ana, yusuf membayangkan saat Ana bangun tidur di sisinya di pagi hari setelah bergulat bersamanya..

Aaaarrghhhhh

Yusuf harus mandi lagi.

~~~

"Ya."

Singkat, padat, jelas.
Kemarin dan hari ini hanya kata 'ya' barusan yang pernah Ana dengar keluar dari mulut Yusuf.

Bagaimana bisa buDewi yang ramah dan pak Harto yang berwibawa bisa punya anak model pak Yusuf yang dinginnya kayak kulkas.

Apa pak Yusuf marah ya aku tidur di kamar non Ery?? Tapi kata mbokNah pak Yusuf baru pulang kerja. Mana mungkin dia tau. Lagian kenapa sih tadi aku ketiduran.
Sssssshhh..
Ceroboh bangeetttt.. Ana mendumel dalam hati.

Ia sebenarnya takut dengan Yusuf. Yusuf tidak pernah tersenyum padanya. Saat perkenalan kemarin pun Yusuf sibuk bercanda dengan Ery di pangkuan BuDewi tanpa mau melihatnya.

Ana berdoa untuk keselamatannya, semoga dia betah di sini. Semoga Ery suka dengannya juga semoga ia tak mengecewakan Friska yang sudah menitipkannya pada buDewi.

Ahhhh

Sudahlah. Daripada Ana memikirkan sikap Yusuf, lebih baik sekarang ia tidur. Untuk mempersiapkan diri bekerja di hari pertama esok hari. Besok, ia bekerja tanpa didampingi buDewi karena beliau dan suami berangkat umroh.

Tadi saat memanggilnya di kamar Ery, mbokNah memberikan kertas berisi tugas2 Ana saat orangtua Yusuf pergi. Selain mengasuh Ery, ia mendapat tugas tambahan. Membangunkan Yusuf jam 5 pagi, menyiapkan pakaian Yusuf, menawarkan sarapan dan makan malam untuk Yusuf.

~~~

ibu susu untuk Ery (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang