bab 18

29.3K 881 9
                                    

Dengan tangan gemetar Ana memutar knop pintu kamar runag rawat Ery. Nampak di netranya seorang batita yang tertidur pulas dengan tangan kiri yang tertancap infus.

Dilangkahkan kakinya pelan, di sisirnya pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Ada Yusuf yang duduk di sofa memangku laptop, mungkin menuntaskan masalah di tempat usahanya yang harus ia tinggal saat di kabari anaknya sakit.

Yusuf tak bergeming akan kedatangannya. Ia beranikan diri terus melangkah menuju brankar.

Airmatanya kembali menetes. Dipandanginya mata bengkak Ery, sungguh sakit hatinya. hanya karena ia tak nyaman dengan sensasi menyusui secara langsung, ia harus mengorbankan kesehatan nona nya. Di elusnya lembut tangan kiri yang ditancap jarum. Entah seberapa sakit yang harus ditahan gadis kecil itu.

Di dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Sungguh perasaan bersalah itu bercokol dalam hatinya. Penyesalan menggerogoti jiwanya. Sepuluh menit dua puluh menit tiga puluh menit satu jam hingga dua jam, Ana masih tetap duduk tegap di posisinya. Begitu banyak kata maaf yang ia lafadz kan di hatinya.

"Maafin saya non.. ini semya salah saya." Berkali-kali hatinya menjerit.

Engh

Suara kecil menyadarkannya dari lamunan."non Ery sudah bangun?" Dicobanya mengukir senyum.

"Nyot nyot."jawabnya

Ana menoleh ke arah sofa. Ternyata Yusuf tidur di sana dengan posisi duduk. Ana ingat pesan Yusuf untuk menyusui Ery secara langsung.

Dengan perlahan Ana memangku Ery, dinaikinya brankar kecil itu. Ia berharap gerakannya tak menyenggol jarum infus.

"Non Ery nyot-nyot nya gak di dot lagi. Sekarang di sini, kita coba ya.. " diposisikannya Ery menyusu dengan nyaman. Dilekatkan mulut kecil itu di putingnya.

Ngilu, seperti ada otot2 tertarik. Ery tiba2 melepaskan putingnya, namun kemudian melahapnya dengan rakus. Mengenyot dengan sekuat tenaga hingga Ana kesakitan dan reflek menarik putingnya.

Ahhhkk

Ery kemungkinan kaget hingga membuatnya menangis dengan keras.

Yusuf tergagap bangun. Emosinya naik melihat anaknya nangis namun sang babysitter tak bisa mengatasinya.

"Dasar tidak becus." Diambilnya paksa Ery dari tangan Ana. Ditimangnya sayang. Diliriknya Ana yang sedang membetulkan pakaiannya. Setelah beberapa saat ditimang Ery tertidur lagi, diletakkannya hati2. Setelah memastikan anaknya lelap,Yusuf menatap Ana nyalang.

"Apa lagi masalah yang kau buat hingga anakku menangis?" Suaranya pelan namun penuh penekanan.

"Maaf Pak." Ana menundukkan kepalanya. Entah kenapa kini ia benar2 tak sanggup mengangkat wajah di hadapan Yusuf.

"Saya tidak butuh maafmu. Jawab pertanyaan saya !!" Suara Yusuf naik sdua oktaf.

"Tadi saya mencoba menyusui non Ery. Tapi tidak berjalan lancar."

" Hah !! Apa yang dulu ada di pikiran saya saat memutuskan kamu yang jadi ibu susu anak saya. " Yusuf menahan suaranya agar tidak berterik di depan muka Ana. Ia sungguh kaget, matanya baru beberapa saat terpejam namun harus terbuka karena anaknya menangis. Lalu ia melihat Ana yang tidak bisa menenangkan Ery padahal Ana yang setiap hari menjaga anaknya. Apa yang di lakukan Ana selama ini di rumahnya?

Ia keluar dari kamar rawat, tak mau ia semakin emosi mendengar jawaban2 Ana.

Sepeninggal Yusuf, Ana tak tahan lagi untuk tidak menangis. Ditutupnya mulut dengan kedua tangan untuk meredam suaranya agar tak mengganggu. Sungguh, perkataan Yusuf padanya sangat menyakitkan meski Ana memang bersalah disini.

Tangis tak kunjung berhenti, entahlah. Sepertinya kelenjar air matanya sedang semangat bekerja. Ingin ia berhenti menangis, menguatkan hatinya. Namun tak bisa.
Tanpa di sadarinya air mata masih menetes setelah satu jam ia mengeluarkan sesak di dadanya..

~~~

ibu susu untuk Ery (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang