Lala dan Ibu

67 3 5
                                    



"Jangan lupa cuci piring, ya La!"

Lala bersungut-sungut saat mendengar perintah ibunya. Dia baru saja hendak menyuapkan sendok terakhir makan malamnya. Besok ada ujian Kimia, mata pelajaran yang paling sulit baginya. Dia sudah berniat akan langsung belajar setelah makan malam. Sementara, ibunya masih saja meminta Lala untuk urusan dapur tangga. "Urusannya emak-emak", sebut Lala.

"Ah, udah tau kalo gue mau belajar. Masih saja disuruh ginian."

Lala berujar sambil membilas piring-piring yang telah disabuni terlebih dulu.

"Woi! Yang bersih, ya! Nyucinya! Nih, sekalian."

Aldi, kakak satu-satunya menaruh piring kotor di sisi Lala.

"Eh, nyuci sendiri dong! Emangnya gue pembokat!"

Aldi tertawa dan terus melangkah pergi.

"Dah, ah. Kata gue, kan sekalian!"

Lala mencebik dan melotot ke arah Aldi yang telah menghilang ke arah kamarnya. Baginya sungguh tidak adil, mengapa hanya dia yang sering disuruh ibu membantu pekerjaan rumah tangga. Sementara Aldi bebas melakukan apa yang dia mau.

Lala mengatur napasnya yang tanpa terasa semakin cepat. Tersadar dia harus segera menuntaskan kegiatannya supaya bisa langsung berlatih mengerjakan soal-soal Kimia.

***

"Lala, bangun! Ayo, bantu Ibu di dapur."

Tersadar dengan tepukan pelan di bahunya, Lala mengerjapkan mata. Kepalanya masih terasa berat. Rasanya baru tiga jam dia berbaring.

"Lala masih ngantuk, Bu!"

"Anak gadis gak boleh malas bangunnya! Yuk, Lala!"

Ibu menarik tangan Lala dengan lembut.

"Ah, Ibu! Lala kan udah bilang, Lala masih ngantuk! Lala mau tidur lagi!"

Lala menepis tangan ibunya dan berbalik badan sambil mendekap gulingnya. Sang ibu hanya menghela napas.

***

"Karaokean, yuk! Pulang sekolah!"

Lala terkejut saat Gaby menggamit lengannya tiba-tiba, ketika sedang melangkah menuju pintu gerbang sekolah. Akhirnya ujian sudah dilalui. Lala tak yakin akan hasilnya, tapi yang penting, dia sudah berusaha.

"Ayo! Penat sudah kepala gue! Mantab soal-soal tadi."

Gaby tertawa, masih menggandeng Lala.

"Makanya, gue ajak elo karaokean! Nanti gue ajak 'Teddy and the gang' juga deh!"

Mata Lala membulat menatapi Gaby. Baru saja hendak bertanya lagi memastikan, mereka mendengar sebuah suara memanggil.

"Woi! Jadi karaokean, kan? Yuk, barengan! Gue bawa mobil, nih!"

Lala memandang tak percaya ke arah Teddy yang menjulurkan kepala dari jendela Agya hitamnya.

***

"Dari mana kamu, La!"

Lala terkejut dan menutup pintu perlahan. Dia memberanikan diri memandang ke arah ayahnya yang menanti jawaban.

"Lala habis dari karaoke sama teman-teman, Yah!"

"Kenapa kamu gak bilang? Minimal kamu kasih tahu Aldi, dia udah capek-capek jemput kamu tadi!"

Aldi melintas sambil bersiul pelan.

"Tahu gitu, ngapain gue mampirin, La! Gue sampe batalin janji kencan...."

Komentar Aldi terputus saat ayahnya melirik. Aldi lantas mengacungkan kedua jarinya.

"Piss, Dad!"

"Ponsel Lala lowbet tadi. Maafin Lala, ya!"

"Kamu kan bisa pinjam hape temen kamu. Satu SMS aja, kan bisa!"

Lala mengernyitkan dahinya. Dia tak suka diinterogasi seperti ini. Ini masih jam delapan. Belum terlalu malam untuknya.

"Emang kenapa, Yah? Kan gak setiap hari! Apa karena kalau Lala pergi gak ada yang nyuciin piring?"

"LALA!"

Lala segera menutup mulutnya mendengar nada suara ayahnya meninggi. Bahkan Aldi pun segera berjalan perlahan, meninggalkan ruang tamu.

Terdengar suara batuk yang lemah dari kamar orang tua Lala di samping ruang tamu.

Lala menatap penuh tanya pada ayahnya yang sudah beranjak.

'Ibu tadi yang batuk?'

Lala memutuskan mengikuti langkah ayahnya. Dari pintu yang terbuka, Lala bisa melihat sendiri ibunya terduduk di atas kasur, menutup mulutnya dengan tissue. Ayah merangkul pundak ibu.

"Sudah, istirahat saja. Apa perlu kita ke dokter sekarang?"

"Bu? Ibu sakit?"

Ibu memaksa sebuah senyuman.

"Syukurlah, kamu udah pulang, Nak. Ibu khawatir sama kamu!"

Sebersit perasaan bersalah muncul di hati Lala. Selama ini dia tak pernah tahu keadaan ibunya sendiri, hanya bisa menggerutu kesal akan ajakannya yang selalu meminta bantuan urusan dapur. Aliran air mata membasahi pipinya seketika.

Sumber pic : Google

Flash Fiction bersama CloverlineWhere stories live. Discover now