Yanto, Sahabat Penaku

16 1 0
                                    


Aku terkejut akan suara ketukan pintu di siang bolong. 'Siapa ya?' Segera saja kuputuskan untuk membuka pintu. Kulirik sejenak dari balik jendela, nampak postur tegap seorang laki-laki yang sedang melihat ke halaman. Aku tak mengenali wajahnya.

Wajah itu menoleh setelah kubukakan pintu. Keningku berkerut. Aku gagal memahami siapa dia.

"Assalamualaikum, Rani."

"Wa'alaikumsalam. Maaf, ini siapa?"

Laki-laki berkacamata dengan tinggi 170 sentimeter itu tak langsung menjawab. Dia tersenyum memandangku. Bulir keringat terlihat basahi pelipisnya. Dia memakai tas ransel hitam dan sepatu bertali yang sedikit kusam. Sepertinya dia datang dari jauh.

"Siapa, Ran? Gak disuruh masuk?"

Suara Ayah sedikit mengejutkanku. Aku menggeser tubuhku, memberi jalan pada ayahku. Laki-laki itu menyalami ayahku dengan hangat.

"Saya Yanto, Pak. Teman Rani dari Yogya."

Jantungku seakan berhenti berdetak saat mendengar nama itu. Mana mungkin sosok yang hanya kukenali dari tinta, tiba-tiba muncul di hadapanku seperti ini?

*

"Apa kabar, Ran?"

Aku masih berusaha mengatur detak jantungku saat Yanto mengeluarkan suara. Usai mempersilakan Yanto masuk dan menghidangkan minuman, aku duduk dengan perasaan gamang. Aku berdehem pelan sebelum mulai mengucap kata, "baik, hmm, tadi susah gak nyari rumahku?"

Yanto kembali mengeluarkan senyum manisnya.

"Nggak, kok, Ran. Kan sudah Rani gambarin denah."

Oh, ya. Aku teringat kembali kekonyolanku waktu itu. Saat membalas surat Yanto yang menanyakan detail rumahku, aku menjelaskan alurnya jika naik bus, arah dari terminal, lengkap dengan denah segala. Padahal, tak terpikir di benakku, kalau Yanto akan benar-benar datang. Dia bahkan belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Bandar Lampung.

Dan aku teringat sesuatu.

"Sebentar, Yan. Aku ada perlu, tunggu ya."

Yanto mengangguk. Aku bergegas menuju telepon di ruang tengah dan menekan beberapa tombol.

"Hai, Di..."

"Bentar, Ran! Gue di jalan. Bentar lagi nyampe."

Jawaban di seberang memutusku. Sebentar lagi pacarku akan sampai dan aku sedang menerima tamu seorang laki-laki! Aku bisa merasakan peluhku mengalir. Tiba-tiba telapak tanganku menjadi dingin. Susah payah aku mengangkat tubuhku untuk membawanya ke ruang tamu.

Flash Fiction bersama CloverlineWhere stories live. Discover now