Terkunci!

9 1 0
                                    

Aku merasakan dingin merambat dari ujung kaki yang hanya beralaskan sandal tipis. Dan naasnya lagi, aku hanya memakai kaos oblong dan celana jeans pendek selutut, sementara semua barangku ada di kamar sebelah.

"Rio, matikan dulu AC-nya! Ah, nyesel gue mampir ke sini." Gisel mendekap kedua tangannya di bawah dada.

Rio meraih remote AC, mengerenyitkan dahi saat melihat angka delapan belas derajat celcius dan mencoba menekan tombol power off, berulang kali.

"Ah, hotel apaan ini! Pintu terkunci sendiri, teleponnya mati, remote AC rusak pula! Mana dapatnya nomor 13 lagi, angka sial!" Rio mendengus kesal dan melemparkan remote yang dia pegang ke arah ranjang.

"Lu sih, Ran! Ngapain coba kita nyewa hotel yang sudah mau bangkrut ini. Masih banyak hotel lain yang lebih bagus. Hatsyiii!" Novi menutup keluhannya dengan bersin.

"Yah, maaf. Cuma hotel ini yang sesuai dengan bujet kita." Randi meraih sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Kau pakai jaket punyaku saja, sambil menunggu petugas datang dan membukakan pintu," ujar Randi sambil menyerahkan jaket pada Novi yang langsung menyambarnya.

"Oya, aku juga bawa satu," Rio tak mau kalah dan menyerahkan jaketnya pada Gisel.

"Sepertinya aku masih punya satu yang bisa kau pakai, Cindy." Ucapan Randi barusan membuatku lega.

"Hatsyii..!" Tak tega melihat Randi yang punya alergi dingin seperti pacarnya, aku memutuskan untuk mengalah. "Sudah kau pakai saja jaketmu!"

Mataku beralih dari pasangan eksentrik Rio-Gisel ke pasangan harmonis Randi-Novi. Ingin menyalahkan nasib diri sendiri menjadi jomblo, namun yang paling penting bagaimana cara agar lekas keluar dari kamar ini.

Aku mendekati jendela di sisi kanan ruangan ini. Kalau pintu tak terkunci, barangkali saja aku bisa lewat jendela. Gakpapa-lah walau udah malem, juga.

"Aaaaaaaaa!!"
Baru saja menyibakkan tirai, aku terkejut oleh bayangan seorang perempuan berambut panjang, berbaju putih panjang yang menyeringai dari balik jendela. Sempat kulirik tubuhnya yang melayang dengan kaki yang tak jua menapak, sebelum akhirnya aku....

"Cin... Cindy." Aku tersentak saat sentuhan tangan Gisel membangunkanku. Rupanya aku tadi tertidur saat akan membereskan pakaianku di kamar ini. Kupandangi sekeliling untuk kembali sadarkan diri tempatku berada kini.

"Yuk, temenin ke sebelah, yuk."
Novi sudah duduk di sisiku dengan tampang memelas.
"Aku ada perlu sama Randi, bentaaarr aja. Masa aku ke kamar cowok-cowok sendirian."
"Tadinya mau kita tinggalin lu yg lagi tidur di sini. Cuma khawatir, masa kita tega ninggalin temen lagi tidur di tempat asing, tanpa pintu dikunci. Emangnya pintu hotel ini bisa terkunci sendiri."

Perkataan Gisel barusan mengingatkanku pada mimpi aneh tadi. 

Flash Fiction bersama CloverlineWhere stories live. Discover now