Kambing Hitam itu (mirip) Kamu

27 0 0
                                    

Rasanya sudah begitu sering saya dengar, “menulis itu gampang”. Tapi ternyata mendengar, melihat, merasakan, tidak sebegitu sulit dibanding melakukan. Contohnya sekarang, saya mencoba menuliskan gelisah hati. Tapi setelah berpuluhan menit lamanya mata ini melotot kaku dan jari telah bergetar memaksa untuk bergerak. Hasilnya? Nol. Kosong.

Setelah saya pikir lagi. Ini karena kamu dan semuanya salahmu. Saya begitu suka menulis tentang kamu. Entahlah. Mungkin rasa itu begitu besar sehingga jari dan mata ini begitu kompak menari saat itu. Tidak seperti sekarang. Padahal kemarin-kemarin begitu banyak keinginan yang bertaburan untuk di keluarkan dalam memoar. Ujung-ujungnya saya hanya bisa mencari kambing hitam karena ketidak mampuan saya menulis lagi. Sebuah jalan bagi pengecut begitu kata orang-orang dongengkan. Dan bukan sengaja saya memilih kambing yang rupanya mirip kamu (mungkin terlalu cantik jika ada kambing berwarna hitam mirip dengan tampangmu, atau bahakan mengerikan ya?).

Yah, karena kamu, aku tak bisa lagi bisa menulis. Kamu tau kan, kalo aku begitu suka menulis segala hal yang kuanggap menarik, yang kusuka, yang begitu gegap gempita sehingga tak bisa lagi ku tahan dan juga tak bisa kuceritakan secara lisan. Lalu menulis membuatku bisa berkata apa yang tak bisa kukata.

Dan belakangan ini, kamu nongkrong begitu saja di imajiku. Yah, aku menyalahkanmu.

Kamu membuatku tak bisa menulis lagi (dengan gampang). Sungguh aku menyalahkanmu.

---
Bandung, 10 November 200

Antara Kau, Aku, dan HujanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora