Antara Cinta, Hati, dan Pernikahan

15 1 0
                                    

Jumat sore. Panas. Saya akhirnya berhasil menghindari rutinitas. Secangkir kopi, sebungkus sigaret, dan sedikit makanan ringan, cukuplah. Saya duduk di kantin iaitb jalan cimanuk sebagai pilihan. Saya suka disini, tenang selain titik hotspot yang lumayan kencang tentunya, itu yang saya cari. Sedikit bertanya, ada apa dengan hujan belakangan ini? Saya teringat seorang teman pernah berkata, bahwa hujan adalah persetubuhan antara langit dan bumi. Mungkin saja benar, dan saya merindukan persetubuhan itu.

Dialetika cinta ber-seliweran dalam imaji. saya teringat beberapa obrolan lain dengan teman saya itu. Mengenai subjek yang tak pernah habisnya. Cinta dan Pernikahan, teman saya itu sedang galau nyatanya.

"Bagaimana kau bisa memutuskan dia lah orangnya, fan?" begitu tanyanya, seolah saya bisa memberi jawaban yang tepat.

"Entah, saya tidak tahu pasti, tapi bagi saya menikah bukanlah mengenai pilihan siapa yang tepat siapa yang bukan" saya hanya menjawab seadanya (padahal dalam hati saya berkelebat pertanyaan yang sama).

"Jadi maksudmu..., aku harus menjalani sisa hidupku dengan orang yang ada disampingku saat ini? Dan bukan dengan orang yang aku rindukan selama ini? begitu kau bilang?"

huh!... sudah kukatakan saya bukanlah orang yang tepat untuk diajak bicara mengenai hal ini.

Seperti itulah, dan dialog kami terus berlanjut, rupanya ada laki-laki lain yang menjadi bahan obrolan kami selain dia dan sang calon.

Ini banyak dan seringkali saya dengar.

Menikah bagiku bukan sekedar itu.
Siapa kita yang berhak memilih?
DIA lebih tau.
Menikah lebih dari semua itu.
Bukankah sering kita dengar lahir, rezeki, jodoh, dan kematian adalah hak-NYA.
Sudah ditentukan dari sananya.
Kita hanya menyiapkan diri.

Saya bukanlah orang yang relegius, bahkan sholatpun masih saja seringkali tertinggal, tenggelam dengan sibuknya dunia. Tapi bagi saya menikah punya misterinya sendiri, dan saya menikmatinya. Itulah sebabnya obrolan kami saat itu tak pernah selesai.

.....

Beberapa bulan kemudian, saya bertemu lagi dengan teman saya tadi.

status: istri orang.

suami: sang calon.

Lalu, iseng saja saya bertanya (tentu saat itu sang suami tidak disampingnya).

Jawabnya sederhana.

"Kau betul, menikah tidak sekedar itu saja. tapi boleh dong, saya menyimpan "nya" dihati. menikmati waktu-waktu dimana imaji saya terbang bersamanya, bukan untuk berharap, tetapi hati pun misteri bukan?" katanya penuh arti.

saya tersenyum...

Jumat sore.

Panas.

Dan hati ini masih menyimpan misterinya sendiri.

---

Bandung, 2 juli 2009
untuk mu -- selamat...!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 04, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Antara Kau, Aku, dan HujanWhere stories live. Discover now