2. Terjebak Gap Year

36K 3.1K 213
                                    

Buka hati.

Beri opsi baru.

Evaluasi mimpimu.

Apakah ini yang benar-benar kamu inginkan?

Ataukah ada gengsi di balik mimpi ini?

*

catatan penulis:

buku ini akan mengoleksi semua insecurity-mu. dari masa-masa sma. masa-masa kuliah. lulus sebagai fresh graduate. sampai masa-masa berkarir. bab-bab awal lebih cenderung pada kehidupan sma. bab-bab pertengahan lebih cenderung pada masalah mahasiswa serta lulusan baru. bab-bab akhir adalah masalah orang-orang yang telah berkarir dan quarter life crisis-nya dan jawaban dari semua insecurity-mu, mudah-mudahan.

selamat membaca! 

*

Ada yang salah dari gap year.

Bukan, bukan gap year yang salah. Ada seseorang yang salah dalam masa penantian ini.

Aku tak perlu sebut nama. Seseorang ini begitu dekat dengan kita. Dia mengambil gap year karena ditolak di sebuah universitas negeri idamannya. Dia tak mau memberi kesempatan pada universitas lain. Tidak sama sekali. Hanya universitas negeri itu. Hanya jurusan itu. Sudah, cukup. Bukankah tak ada yang salah dari bermimpi?

Selama gap year ini, dia menghabiskan waktu belajar lebih giat. Untuk satu jurusan itu. Hanya jurusan itu. Di satu universitas negeri. Tak ada pilihan lain. Dan, itu boleh-boleh saja. Malah bagus bila dia memanfaatkan waktunya untuk belajar lebih giat.

However, filling your gap year should be more than that.

Ini bukan cuma soal belajar lebih giat. Tetapi, ini juga momen untuk merefleksikan kembali pilihanmu dan menemukan sesuatu baru dalam hidupmu. Maksudku, kita semua pernah mendengar cerita bagaimana Nokia bersikukuh dengan produknya yang itu-itu saja, lalu tenggelam dalam kekalahan. Mereka lupa merefleksikan kembali keputusan-keputusan mereka, sampai lupa untuk berinovasi dengan inovasi yang tepat. Hingga pada beberapa masa kemudian, nama mereka sisa kenangan. Hal yang sama terjadi oleh Blackberry. Tergantikan oleh iPhone dan ponsel-ponsel Android yang senantiasa berinovasi dengan inovasi yang tepat.

Jadi, ini saatnya untuk berpikir lebih dalam. Mempertanyakan kembali pilihan-pilihanmu. Coba, jujurlah:

Apakah ini jurusan yang benar-benar kamu inginkan?

Adakah rasa gengsi di balik motivasimu memilih universitas dan jurusan ini?

Apa yang sebenarnya melatarbelakangimu memilih ini?

Apakah kamu membalut rasa gengsi di balik kata-kata indah seperti, "Ini mimpiku. Aku ingin menolong orang-orang."? Apakah itu benar-benar tulus? Atau, ada gengsi yang menyelinap diam-diam?

Sudahkah kamu melihat daftar mata kuliah yang akan kamu hadapi? Apakah itu membuatmu tertarik?

Mengapa kamu tidak memberikan opsi kedua, sebuah cadangan untuk masa depanmu sendiri?

Mengapa begitu alergi pada universitas swasta? Toh, tidak semua universitas swasta buruk. And, you've read my own story. Jika biaya adalah kendala yang kamu khawatirkan, apakah kamu berasumsi semata mengenai keadaan finansial keluargamu? Sudahkah kamu bicarakan masalah ini dengan keluargamu?

Sudahkah kamu yakin ini pilihan yang terbaik?

Dan, yang terpenting dari semua itu, sudahkah kamu berdoa kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta, yang menciptakan kita semua, yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana--sudahkah kamu berdoa supaya diberi pilihan terbaik? Ataukah ini pilihan terbaik menurutmu semata?

Coba, ulang kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan jujurlah kepada dirimu sendiri.

Evaluasi mimpimu. Dan, realistislah.

Sebab, seringkali, kita begitu sok tahu tentang apa yang terbaik dalam hidup kita. Padahal kita hanya mengikuti ego hati semata. Maksudku, lihatlah kehidupanmu di masa lalu. Sudah berapa banyak keputusan yang kamu pikir itu akan jadi pilihan yang terbaik, tetapi malah menjadi bumerang yang menyakitimu dan membuatmu menyesal? Sudah berapa kali?

Dua puluh tujuh tahun menjalani hidup mengajarkanku bahwa kita tak bisa menghendaki hidup sesuai kehendak kita. Dua puluh tujuh tahun menjalani hidup mengajarkanku bahwa kita tak benar-benar tahu mana yang terbaik untuk hidup kita. Dua puluh tujuh tahun menjalani hidup mengajarkanku bahwa menerima takdir adalah hal yang paling melegakan. Berusaha memaknai bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, mengapa harus khawatir? Tidaklah Allah memberi suatu ujian melainkan dengan hikmah, mengapa terus meragu seakan satu kegagalan berarti kiamat? Dua puluh tujuh tahun menjalani hidup mengajarkanku bahwa semua hikmah dari kegagalan-kegagalan yang pernah kulalui tidaklah kudapati hikmahnya saat itu juga. Butuh bertahun-tahun. Sampai kemudian, di masa depan, aku menoleh ke masa lalu, melihat kilas balik hidupku, dan bergumam, "Oh, ternyata, ini hikmahnya, ya."

Dan, sungguh itu lebih melegakan hati. Karena, sebenarnya, punya kuasa apa, sih, kita di muka bumi ini?

Namun, ini bukan berarti kita hanya duduk diam, tak melakukan pergerakan, dan menatap pasrah pada kegagalan.

Tidak begitu. Itulah mengapa aku memintamu untuk mengevaluasi mimpimu lagi. Memberikan opsi-opsi baru. Membuka hati. Memang, tak akan mudah. Ini bukan proses yang mudah. Ini bukan masa yang mudah. Tetapi, aku ingin kamu tahu, setelah kamu lalui semua ini, ada satu happy ending tersisa untukmu:

Kamu akan menemukan dirimu yang baru.

The new version of you, a better version of you.[]

***

catatan penulis:

well, selamat datang di jika kita tak pernah jadi apa-apa.

spesial untuk teman-teman pembaca setia di wattpad, aku mengunggah ini diam-diam, membiarkan kalian menjadi orang-orang pertama yang membaca bab ini, sebelum yang lainnya membaca. jadi, bagaimana menurutmu?

insyaallah, mulai minggu depan, aku akan mulai mengunggah isi bab ini secara rutin.

bab berikutnya adalah... Tapi, Aku Nggak Tahu Mau Jadi Apa; the most requested chapter by you guys.

insyaallah, buku ini juga akan terbit. sebentar lagi, naik cetak. sebentar lagi, sudah bisa pre-order. sebentar lagi, sudah ada di toko buku. sebentar lagi, sudah ada di rak bukumu. namun, seperti biasa, selalu ada bagian spesial bagi teman-teman pembaca di wattpad. aku akan tetap mengunggah ini di wattpad meski sudah terbit. tentu, nggak semua bab. separuh di wattpad. sisa separuh lainnya, ada di buku. biar adil buat semua pembaca. :)

sebagai bentuk dukungan untuk buku ini, sematkan bintang jika kamu menyukainya; komentari baris-baris yang kamu suka, it's all free, and i thank you so much for that!

segitu saja dulu. sorry for asking a little bit too much, hehe. but, really, thank you for being here and doing your thing. sampai jumpa minggu depan!

- Alvi Syahrin

(temukan aku juga di instagram dan twitter: [at]alvisyhrn)

Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-ApaWhere stories live. Discover now