7. Mengapa Pendidikan di Indonesia Begini Banget?

10.1K 1K 31
                                    

Pantas orang-orangnya nggak maju. Sistem pendidikannya aja kacau.

Tak seperti Finlandia, pendidikan di Indonesia terlalu fokus pada lamanya durasi. Sementara di Finlandia, selalu ada waktu istirahat sehabis satu jam pelajaran. Tak seperti Jepang, pendidikan di Indonesia terlalu fokus pada teori-teori, mengabaikan moral budi pekerti. Tak seperti di Amerika, tak ada keluwesan menyampaikan pendapat dalam pendidikan di Indonesia. Belum lagi kurikulum yang terus berubah, tapi tak kunjung relevan — menurut orang-orang.

Kita tak ingin dibandingkan, tetapi kita terus membandingkan.

Memang, ini adalah kekurangan pendidikan Indonesia yang tak terelakkan. Tetapi, kita tak bisa terus-menerus berkeluh-kesah soal ini. Semua berjuang dengan caranya masing-masing. Pemerintah berjuang. Para pendidik juga berjuang. Kita, sebagai pelajar, juga harus berjuang.

Daripada kita mengeluh sana-sini dan tak melakukan perubahan, mengapa kita tak mulai dari diri kita? Mungkin, belajar lebih giat dan mandiri. Mungkin, melakukan lebih banyak daripada yang orang-orang lakukan — do the extra miles.

Mengapa kita tak menganggap ini sebagai tantangan untuk membuktikan pada dunia bahwa berlian tetap bersinar di padang pasar yang kering?

Dan, ingatlah... orang-orang sukses di Indonesia juga pernah mengenyam pendidikan di Indonesia.

William Tanuwijaya, pendiri Tokopedia, menyelesaikan studinya di Indonesia. Dari SD sampai kuliah.

Belva Devara, salah satu pendiri Ruangguru, menyelesaikan masa-masa SD sampai SMA di Indonesia. Memang, setelah itu, dia melanjutkan studi di luar negeri. Namun, ini adalah bukti nyata bahwa pendidikan di Indonesia, seburuk apa pun pikirmu, tak terlalu berpengaruh kalau-kalau kamu ingin melanjutkan studi di negara maju.

Achmad Zaky, pendiri Bukalapak, pun menyelesaikan studi di Indonesia, dari SD sampai kuliah. Memang, dia memiliki prestasi-prestasi di luar kampus, mendapat beasiswa dua bulan untuk studi di luar negeri, dan pengalaman-pengalaman "kaya" lainnya. Tetapi, ini menjadi bukti lain bahwa di mana pun kita belajar... it doesn't always represent anything.

Kita mungkin belum sebesar mereka.

Tetapi, kita tak perlu besar untuk melakukan perubahan.

A little change counts. A little change will chain reaction.

Sebagaimana sebuah kebun..., ia selalu dimulai dari satu pohon kecil, lalu tumbuh, tumbuh, tumbuh... sampai jadi kebun hijau yang rindang.

Menyejukkan lingkungan sekitar.[]

***

Jadi, bagaimana keadaanmu di sana? Dan, gimana pendapatmu setelah baca bab ini?

Aku merasa nggak enak banget sama kalian. Hari ini muncul. Lalu hilang. Lama. Padahal katanya kembali. Tapi nggak ada kabar di Wattpad. Well, teman-teman pembaca, maafkan aku, ya. Mohon maaf atas janji-janji yang sempat tak terpenuhi. Sekarang, kita semua suntuk di rumah. Dan, aku berharap dalam masa-masa self-quarantine aku bisa lebih rajin update ini di Wattpad.

Maafkan aku, ya.

Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-ApaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang