Babak Baru di Montreal │Chapter 3 - Dunia Hancur Lebur

34 2 0
                                    


Bekasi, Indonesia

Suara televisi di ruang tamu tak mampu mengalihkan lamunanku. Aku masih terhanyut dalam ingatan masa laluku. "Sampai mana tadi ya ?", aku bergumam dalam hati, sambil kulirik pesan di ponselku, pesan dari David.

"Honey I will be late, go to have lunch by yourself", begitu isi pesan singkatnya. Aku menjawab hanya dengan emoticon jempol. Tak lupa aku mengirim pesan untuk anakku Ayu, "Semangat ya Sayang kuliahnya, ingat kami disini yang sangat menyayangi kamu. Love you Ayu".

Masih centang satu, mungkin anakku belum bangun. Aku menghela nafas pelan, lalu berdoa dalam hati "Ya Tuhanku Yang Maha Kudus, Bunda Maria yang memelihara segala kehidupan di dunia ini, lindungilah Ayu anakku dari segala mara bahaya, jauhkanlah ia dari segala kesusahan dalam dunia ini, angkatlah ia kedalam kemuliaanMu Ya Tuhan. Dalam nama Bapa, Putra, Roh Kudus, Amin".

Aku mengusap wajahku dan terduduk diam di sofa. Ingatanku kembali terseret di malam naas itu. Malam dimana setelah berhari-hari badanku lemas dan aku tak pernah bisa makan apapun karena selalu saja aku muntahkan.

"Kita bawa ke rumah sakit saja Pak, Ibu takut Nami kena penyakit berbahaya, karena sudah hampir seminggu dia muntah-muntah terus", Cing Qori berkata dengan air mata yang berlinang, ia tak tega melihat tubuhku kian hari kian lemas, wajahku pucat dan berat badanku berkurang drastis. Pak De langsung mengiyakan dan ia lalu meminjam mobil pada tetangga.

Mpok Wati dan adiknya Mbak Yuni ikut mengantarku ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung dibawa ke ruangan gawat darurat, selama di perjalanan aku tak tahu kenapa aku selalu memikirkan Alex.

Sudah hampir satu minggu kami tidak bertemu karena aku tak pernah keluar rumah, jangankan untuk bekerja, sekadar bangun untuk minum air saja aku tak bisa. Tubuhku amat sangat lemas dan aku tak tahu kenapa. "Lu kenape sih Mi", ujar Mpok Wati sambil memberiku air minum. "Gatau Mpok...badan Nami lemes..", ujarku.

Mbak Yuni lalu berseru, "Itu dokternya datang!", ia lalu mengamit lengan Mpok Wati mengajakknya keluar dan menunggu bersama Pak De, tapi Mpok Wati bersikeras ingin menemaniku di ruang UGD bersama Cing Qori. "Udah biarin aja", Cing Qori mengibaskan tangan menyuruh Mbak Yuni keluar. "Ribut aje adek lu, pusing pala gua liatnya", ujar Cing Qori pada Mpok Wati. "Ho oh Mpok!", jawab Mpok Wati sambil tangannya terus membelai rambutku.

Dokter memeriksaku dengan seksama, ia menyenter kedua mataku, tenggorokanku, memeriksa dadaku dengan stetoskop, mengecek tensiku lalu terdiam selama beberapa saat. Cing Qori dan Mpok Wati tampak sangat khawatir. Dokter kembali memeriksaku, kali ini ia mendekatkan stetoskop ke perutku, ia tekan-tekan selama beberapa kali lalu menunjukkan raut wajah yang tidak biasa. "Maaf, adik ada terlambat datang bulan?", tanyanya pelan. Aku mengernyitkan dahi, "Saya gak tahu Dok", jawabku pelan. Ia lalu mengangguk dan berkata, "Nanti kalau sudah mau buang air kecil, beritahu saya ya". Aku lalu mengangguk.

Cing Qori bertanya, "Ponakan saya kenape ya Dok?" Dokter segera menjawab, "Saya akan melakukan tes urine untuk memastikan, mohon diberitahukan saat pasien sudah ingin buang air kecil, maaf saya permisi dulu". Dokter itu berlalu, Cing Qori lalu mendekatiku, "Aduhh kamu sakit apa ya Nami, sampai pakai tes urine segala, Encing takut", wajahnya tampak pucat pasi.

"Lu masaknye kagak bener kali Mpok! Jadinye si Nami keracunan dah", Mpok Wati berucap asal-asalan. Cing Qori tampak terkejut, "Haah?? Apa iye Ti?? Perasaan aye masaknye kayak biasanya". Pak De dan Mbak Yuni masuk dengan raut wajah yang tak kalah panik. "Kenapa Bu??? Nami gawat ya Bu??", ujar Pak De dengan suara bergetar.

"Iya Pak, sampai harus di tes urine segala...aduuuhhh gimana ini", Cing Qori mulai menangis. "Cing...Nami gapapa..ntar juga sembuh", aku berusaha menenangkannya. Mpok Wati dan Mbak Yuni mendekatiku, "Elu udah mau kencing belum?", tanya mereka. Aku menggeleng. "Yaudah, lu minum dah ni aer banyak-banyak biar cepet ke belakang lu", Mpok Wati memberi saran yang brilian, Mbak Yuni mengangguk angguk sambil tersenyum.

BABAK BARU DI MONTREALWhere stories live. Discover now