Babak Baru di Montreal │Chapter 8 - Dunia Penuh Kebahagiaan

23 0 0
                                    

Montreal, Kanada

Aku berdiri dengan gusar, selalu saja kulirik Apple Watch seri 5 yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Itu hadiah dari David.

Ya tentu saja hanya David yang bisa membelikan aku apapun yang aku inginkan. Tapi itu tidak kemudian menjadikan aku pribadi yang serakah atau sombong, kadang aku hanya minta jam biasa tapi ia selalu saja memberikanku lebih dari yang aku minta. Kadang aku merasa sangat tidak enak padanya.

"It's okay Ayu, you deserve it", kata - kata itu yang selalu diucapkannya ketika aku menolak pemberiannya. Kembali aku memandang ke arah pintu keluar penerbangan international di Bandara Pierre Elliot Trudeau.

Aku teringat setahun yang lalu saat David mengajakku kemari, ketika itu aku menjatuhkan pilihan pada McGill University sebagai tempat untuk melanjutkan kuliahku. Aku tertarik pada jurusan Art History yang ditawarkan disini.

Aku begitu menyukai bidang ilmu sejarah, terutama ilmu yang mempelajari tentang bagaimana latar belakang berdirinya sebuah bangunan bersejarah. Menelusuri seluk beluk cerita yang terkandung di dalamnya, menjelajah waktu dengan terbenam pada tumpukan tumpukan buku dan dokumen referensi. Aku sangat menyukai itu.

Teringat bagaimana aku dengan wajah takjub memandang sekeliling begitu kami sampai di McGill University.

"Ayu..!!!!!!!". Suara itu. Aku melompat kegirangan melihat Ibuku keluar sambil berlari dari terminal kedatangan internasional. Kami lalu berpelukan. Erat sekali. Ia menangis. Aku membelai punggungnya. Kurasakan jantungnya berdebar keras.

Tak lama David menyusul dengan senyum yang mengembang, ia merentangkan kedua tangannya sambil berkata, "Hello..my dear". Aku segera berlari ke pelukannya, disana aku merasakan gejolak emosi yang begitu besar. Aku tak kuasa menahan tangisku.

David, diberkatilah hidupmu. Kau benar - benar orang yang luar biasa baik!

Kami lalu berjalan beriringan menuju pintu keluar bandara, sopir sewaan David telah menanti dengan barang - barang yang ketika aku melihatnya aku membelalakkan mata, "Banyak amat...",ujarku kaget.

"Iya donk..kita kan dua bulan disini..!!!", Ibuku berseru tanpa menghiraukan kode yang diberikan oleh David. "Oh my God...she just spill the beans!!!!!!!!", ia berseru kecewa. Aku kebingungan. "Spills..the what?", tanyaku. "Spill the beans - kasi tahu,,umm,,secret..cepat..", David coba menjelaskan dengan bahasa Indonesia yang terbata bata.

Aku mengangguk angguk, walaupun aku tidak mengerti. Tapi di perjalanan menuju apartmentku mereka coba menjelaskan padaku bahwa ungkapan itu berarti ibuku keceplosan memberitahukan bahwa mereka akan tinggal di Montreal selama dua bulan.

Aku pun menjerit senang mendengarnya. Dua bulan bersama Ibu dan David! pasti menyenangkan!!!!! Begitu tiba di apartmentku, sahabat - sahabatku Helena, Abreana dan Mustafa sudah menantikan kedatangan kedua orang tuaku.

Kami membuat sebuah poster semalaman! Ibuku lagi - lagi menangis melihat kejutan yang kusiapkan. David juga tersenyum senang, aku yakin mereka sebenarnya sangat lelah karena perjalanan dari Jakarta ke Montreal menghabiskan waktu 1 hari lebih! tapi rupanya rasa bahagia ini mengalahkan rasa lelah yang mereka rasakan.

Ibu memeluk dan menciumku berkali - kali hingga aku menjadi malu pada teman - temanku. "Hadeehhhh uda donk bukkk! malu ini diliatin..", ujarku sewot. Ibu hanya tertawa sambil terus saja memeluk dan menciumku lagi. Kami pun bercakap - cakap di teras apartment hingga sore menjelang.

Apartmentku yang biasanya sepi kini mendadak riuh.

"Ok, it's time to go", ujar David. "Go?", aku kebingungan. Rupanya mereka tidak tinggal di apartmentku. Mereka tidak mau mengganggu privasiku. Oh yang benar saja! aku pun keberatan. Kami harus tinggal bertiga! Aku tidak mau menyia-nyiakan waktu dua bulan kedatangan mereka kesini. David pun lalu kembali duduk, "Where will we sleep? You only have 1 bedroom my dear", ujarnya.

BABAK BARU DI MONTREALOnde as histórias ganham vida. Descobre agora