32 | aaaaaaa

34.3K 6.2K 2.7K
                                    

Menyaksikan Alfa dan Milan saling bergumul, respon pertama Sakura adalah berusaha memisahkan mereka.

Tapi yah, dua pria kalap yang sedang berusaha untuk saling menghajar satu sama lain jelas bukan tandingan Sakura. Alih-alih berhasil memisahkan, Sakura justru terjebak diantara keduanya. Untungnya, di lobi kantor Sakura masih ada cukup banyak orang. Jadi sebelum Sakura betulan ikut babak-belur, mereka telah ramai-ramai berusaha memisahkan Alfa dan Milan.

"Dia yang salah!" Sakura nggak henti berseru berulang kali setelah kerumunan berhasil memegang Milan dan Alfa yang kini napasnya sama-sama terengah. Tangannya menunjuk pada Alfa dengan marah. "Dia yang salah! Udah berapa hari ini dia ngotot mau nemuin saya, tapi saya nggak mau! Pacar saya nggak terima, tapi bukannya ngedengerin pacar saya, dia justru marah-marah sendiri!"

Alfa tercengang, memandang Sakura dengan sorot mata nggak percaya. "Sakura—are you really—"

Sakura memalingkan wajahnya, buang muka dari Alfa dan ganti menatap pada pihak keamanan gedung yang telah berkumpul di lobi setelah terjadinya keributan. "Please, Pak, saya nggak mau lihat dia. Bawa aja dia pergi dari sini. Serahin ke kantor polisi atau apa kek!"

"Sakura!"

Sakura mengabaikan Alfa, tetap enggan melihat ke arahnya hingga Alfa lenyap ditarik pergi oleh sejumlah petugas keamanan gedung menuju pos mereka. Mungkin untuk diinterogasi, terus setelahnya diserahkan ke polisi. Tentu saja, itu nggak akan jadi kasus yang serius untuk Alfa. Lelaki itu kan tergolong punya kuasa. Tapi seenggaknya untuk sekarang, dia nggak lagi mesti berada di ruangan yang sama dengan Alfa.

Sakura ganti mengalihkan perhatiannya pada Milan yang sedang duduk di sofa lobi dengan wajah dihiasi memar, lengan kemeja yang kusut dan dua kancing teratas kemeja yang sudah copot gara-gara ditarik selama perkelahian tadi.

"Milan—Milan, I am so sorry—" Sakura tetap terlihat kalut. "Lo memar—astaga, dan ada yang berdarah—" memang ada segaris luka yang merembeskan darah tipis di tulang pipi Milan. Sepertinya tanpa sengaja tergores cincin yang Alfa pakai ketika lelaki itu mendaratkan tinjuannya di sana. "—kita ke dokter aja ya?"

Sikap Sakura yang terlihat secemas itu membuat sorot mata Milan yang tertuju kepadanya melembut. "Sakura—oh, shit, jangan nangis dong."

"Gue nggak nangis!" Sakura membantah.

"Mata lo berkaca-kaca."

"Lo luka gara-gara gue!" Sakura berseru lagi, walau kini suaranya mulai goyang kayak orang yang lagi menahan nangis. "Lo kayak gini karena lo mau bantuin gue. Gue—"

"Sshhh—" Milan mendesis, terus dia melanjutkan ucapannya. "Are you okay?"

Sakura mengerjap nggak percaya. "What?"

"Are you okay?" Milan mengulang.

"Gue denger tadi lo nanya apa."

"Terus kalau dengar kenapa nanya lagi?"

Sakura nggak langsung membalas, sebab salah satu office boy telah mendekati mereka dengan segelas teh manis hangat di tangan.

"Makasih ya, Pak." Sakura berujar dengan sungguh-sungguh pada office boy tersebut.

"Sama-sama, Mbak Sakura." Katanya sebelum ngeloyor pergi, sengaja memberi Sakura dan Milan privasi.

"Diminum dulu tehnya." Sakura masih terdengar cemas. "Gue nanya karena gue nggak paham maksud lo apa. Orang yang habis berantem di sini tuh lo, kenapa lo justru nanyain gue kenapa-napa apa nggak?"

"Soalnya lo sempat berusaha misahin gue sama Alfa tadi. Gue kasih tau ya, menyelipkan diri sendiri di tengah dua laki-laki yang lagi berantem, terutama ketika lo betul-betul nggak punya back up bantuan yang lain itu sama aja bunuh diri. Bukannya gue sexist, tapi dari size badan aja udah kalah jauh." Milan berdecak usai menyesap teh hangat dicangkirnya. Tehnya enak, wangi melati dan diracik pas. Nggak seperti teh asal bikin yang lebih mirip air gula dengan sedikit warna. "Jadi lain kali jangan diulangi ya?"

A Bunch of Daddy ✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant