epilog

44.9K 5.1K 2.8K
                                    

"Jenar?"

Ada suara seseorang yang terdengar memanggil sejenak sebelum Jenar membuka mata. Hidungnya berkerut oleh serbuan aroma yang tajam dan menggelitik. Dia mengernyit, pelan-pelan membuka matanya dan mengerjap beberapa kali.

"Jenar?"

Suara itu berulang lagi dan kali ini, Jenar bisa mengenali kalau suara itu milik Hyena.

"Jenar?"

"... ya." Jenar menjawab parau, hampir tidak terdengar. Dia mengerang lirih nyaris tanpa suara, kemudian memaksa dirinya bangkit.

Butuh beberapa lama bagi Jenar untuk menyapukan pandangan ke sekeliling, dan dia tersadar jika saat itu, dia sedang berada di sebuah kamar rumah sakit. Temboknya pucat. Ranjang perawatannya dilapisi seprei putih. Ada gorden biru muda yang menutupi jendela. Bau obat amat kental mewarnai udara.

"Kenapa... gue di sini?"

Hyena yang berdiri di hadapannya tampak memucat. Perempuan itu menelan saliva. Dia seperti lagi memutar otak mencari kata-kata yang pas untuk diucapkan pada adik laki-lakinya, tetapi hasilnya nihil. Sejenak, hanya ada senyap. Jenar memijat batang hidungnya, berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi.

"Where's Regina?"

"Itu..."

"Dia tidur lagi?"

"Jenar," Hyena menarik napas, lantas lagi-lagi meneguk ludah. Dia lalu mengambil tempat untuk duduk di samping Jenar. Meraih tangan Jenar dan menggenggamnya. "Soal Regina—"

"Kenapa?" Jenar bertanya, terkesan memburu. "Kak, jangan bikin gue takut! She's okay, right? Gue inget gue pergi ke florist bareng Arga dan beli bunga untuk dia—"

"She's gone."

"WHAT?!" Jenar hampir nggak bisa mempercayai pendengarannya.

"She's gone. They failed to save her."

Jenar terperangah, menatap Hyena dengan pandangan kosong selama sesaat. Kemudian, tawanya pecah. Tawa yang keras, tetapi justru terkesan sedih. Melihat reaksi Jenar yang seperti itu, Hyena nggak bisa lagi menahan dukanya. Air matanya jatuh mengalir di pipinya.

"Je—"

"Ini prank macam apa sih sebenarnya? Okay. You got me. Sekarang, kasih tau gue, istri gue di mana?"

"She's gone, Jenar."

Jenar berhenti tertawa, sepenuhnya membeku. Perlahan, dia menggeleng. "Nggak. Nggak mungkin."

"Lo jadi hysterical setelah Dokter Natya keluar dari ruangan dan ngasih kabar buruk itu ke kita semua. They were trying to rush her to OR, tapi udah terlambat. Mereka kehabisan waktu. Lo terlalu histeris, to the point mereka harus ngasih lo suntikan obat penenang dan—" Hyena menelan saliva lagi, terlihat jelas dia sedang mengumpulkan kemampuan untuk menyambung ucapannya. "—dan lo baru bangun. Sekarang."

Kata-kata Hyena itu diucapkan dengan suara pelan, namun terasa seperti dentuman yang memporak-porandakan dunia Jenar.

Dia tepekur, lantas kembali menggeleng berkali-kali.

"Nggak! Nggak mungkin!"

"Jenar," Hyena mengusap pundak Jenar sementara air matanya mengalir makin deras. "Gue tau, ini semua sulit buat lo. I'll always be with you no matter what, nemenin lo melewati semuanya. Dan—"

"Nggak." Jenar menggigit bibirnya keras-keras hingga terasa perih. "Nggak mungkin!"

"..."

"Gue baru aja memegang tangannya. Gue pergi beliin dia bunga. Gue... gue..." cara Hyena menatapnya membuat Jenar tidak kuasa meneruskan kata-katanya.

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now