Epilog

479 124 9
                                    

Seminggu telah berlalu, Ricky akhirnya diperbolehkan pulang setelah melewati fase perawatan intens. Ricky tetap harus berobat jalan dua kali dalam seminggu untuk pengawasan serta belajar berjalan menggunakan tongkat.

Fajri senantiasa menemani Ricky selamat perawatan. Sepulang sekolah pasti Fajri akan berkunjung.

"Akhirnya... Bang Iky sudah boleh pulang," ucap Fajri bersujud syukur.

Ricky terharu melihat sikap Fajri. Selama ini rasa bersalah telah menampar dan membentak Fajri masih terniang.

"Ji... maafin Abang Iky ya. Waktu itu Abang perna--"

"Stop, Bang! Aji nggak mau lihat Abang Iky minta maaf terus. Aji sudah memaafkan Abang dan Aji bersyukur... Abang Iky nggak jadi meninggalkan Aji."

Fajri sudah berlinangan air mata. Ricky pun sama, dia merentangkan kedua tangan lebar. Fajri dan Ricky saling berpelukan ala saudara.

Hubungan Abang Adik sepupu berubah seperti saudara kandung. Ricky sangat bersyukur memiliki sosok Fajri, sebagai Adik. Begitupula dengan Fajri sangat bahagia memiliki sosok Ricky, sebagai Abang.

"Sudah yuk pelukan teletubies ya. Katanya Abang Iky mau cepat-cepat pulang ke rumah," goda Alif.

Alif baru saja menyelesaikan administrasi dan pengobatan selama Ricky di rawat. Marsha tak bisa menemani karena dia sedang menyiapkan makanan spesial untuk menyambut kedatangan Ricky di rumah kediaman Zakno.

Fauzan dan Dinda sudah dua hari lalu kembali ke Bandung. Restoran milik mereka sedikit mengalami masalah.

"Oke, Paman Alif!" seru Ricky dan Fajri kompak.

"Hahaha... kalian ini sudah kayak kembaran saja," ucap Alif tertawa.

Ricky mengenggam tangan Fajri penuh kasih sayang sebagai Abang. Fajri tersenyum lebar. Akhirnya persaudaraan mereka kembali seperti dulu lagi sesuai harapan Fajri.

"Abang akan selalu menjaga dan memberikan kasih sayang kepada Aji."

"Aji bahagia bisa bersama Abang Iky. Semoga kejadian lalu tidak terulang."

__08__

"Woy! Sepatu Gilang! Sini lo!"

"Wlee... si Jamal kalau berulah meresahkan warga."

Kelakuan dua Pemuda tampan saling mengejar satu sama lain. Shandy dan Gilang tak menghiraukan puluhan pandangan mata tertuju pada mereka.

Shandy terus mengejar Gilang di sepanjang lorong sekolah. Dia akan membuat perhitungan selama tubuhnya dirasuki oleh hantu dan sahabatnya tidak ada di samping.

"Hahaha... si Jamal kata ya bisa terbang, lari saja masih lelet kaya kura-kura ninja."

Gilang semakin menggoda sahabatnya itu. Tak terasa hubungan persahabatan mereka kembali sedia kala.

Sosok Dilla di pikiran Gilang tiba-tiba menghilang, seolah siswi bernama Dilla kelas X-5 tak pernah ada di sekolah. Hilang. Tanpa meninggalkan jejak. Misterius.

"Ya kali gue harus jadi roh dulu baru bisa terbang," sahut Shandy frustasi.

Shandy menyerah. Dia tak sanggup mengejar Gilang lebih jauh lagi. Tubuh Shandy masih lemas. Hari ini Shandy baru masuk sekolah lagi.

"Hahaha... bisa juga tuh ide lo," ujar Gilang berjalan santai ke arah Shandy.

"Nih, minuman buat lo." Gilang memberikan sebotol minuman mineral.

"Wehh... baik benar lo, La--"

Degh!

Tubuh Shandy terasa kaku. Perlahan pandangan mata Shandy menggelap. Dan... roh Shandy keluar dari raga.

"Shan! Jamal! Lo kenapa?!" seru Gilang histeris.

Roh Shandy menatap Gilang dan tubuhnya bingung. "Kenapa dengan gue?"

__08__

"Son, kita istirahat dulu yuk," ucap Farhan merangkul tubuh kecil Zweitson.

Mereka saat ini berada di sebuah taman kota daerah Jakarta Barat. Sudah setengah hari mereka berkeliling di sekitar area mencari seseorang.

"Bang, gue masih mau cari Fiki," tolak Zweitson.

Wajah Zweitson sudah penuh keringat, bibir kering serta terlihat pucat. Dia merasa sangat bersalah, sahabatnya belum ditemukan. Sudah seminggu Fiki menghilang tanpa jejak.

"Son! Gue tahu lo khawatir! Ingat di sini bukan lo doang, ada gue dan sahabat kita lainnya!" seru Farhan tegas.

Zweiton akhirnya menuruti ucapan Farhan. Kedua kaki Zweitson sudah tak kuat menahan beban tubuh.

"Bang, thank's ya sudah mau temenin gue cari Fiki sampai bolos sekolah gini," ucap Zweitson tak enak hati.

Farhan menepuk bahu Zweitson pelan. "Santai Son. Gue juga bosan di kelas nggak ada Ricky, Fajri sama Fenly."

Pemuda berambut keriting berdiri. "Son, gue mau beli minum dulu. Lo jangan kemana-mana tetap diam di sini, oke!" Farhan seperti sedang menasehati seorang Anak kecil.

"Iya, Bang. Gue juga sudah gede kok bukan anak kecil huu..." Zweitson cemberut.

"Haha... oke deh," ujar Farhan mengacak sekilas rambut Zweitson.

Selama menunggu Zweitson memperhatikan langit. Dan tiba-tiba sekilas dia melihat siluet tubuh seseorang yang tengah di cari.

"Fiki! Itu kan Fiki!" seru Zweitson terkejut.

Tanpa berpikir lama Zweitson mengejar sosok laki-laki mirip Fiki. Dia tak mengingat perkataan Farhan.

__08__

Fenly diam di dalam kamar. Tiga hari yang lalu dia diperbolehkan pulang ke rumah.

Bosan? Pasti. Itu yang dirasakan Fenly. Tak boleh keluar rumah ataupun sekolah. Padahal Fenly sudah sembuh, walau masih ada rasa nyeri di kepala.

"Gue berasa kayak burung terkurung dalam sangkar," gumam Fenly lirih.

Fenly ingin mengunjungi Ricky di rumah sakit. Fenly ingin ikut mencari keberadaan Fiki yang menghilang. Fenly ingin bercanda dan bersenda gurau dengan sahabat-sahabatnya.

Pintu kamar Fenly terbuka. Sang Mama masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan makanan.

"Ovel, sarapan dulu ya," ucap Mama Vina mendekati kasur.

Fenly menolehkan kepala. Senyum tipis terukir di wajah tampannya.

"Mama, nggak usah repot-repot bawa makanan ke sini. Ovel bisa kok ambil sendiri," balas Fenly tak enak hati.

Mama Vina mengelus wajah Fenly lembut. "Gapapa, sayang. Mama senang kok melakukan hal ini."

Fenly terhanyut. Dia langsung mendekap tubuh renta Mama Vina.

"Ma... Ovel kangen sekolah. Ovel kangen sahabat-sahabat di sekolah." Fenly berbisik.

Mama Vina mengelus punggung Fenly memberikan kenyamanan.

"Mama ngerti kok. Tapi... Ovel masih belum sembuh total," ucap Mama Vina melepas pelukan.

Tiba-tiba kepala Fenly terasa pusing. Sebuah potongan gambar masa depan terlihat.

Jl. Senopati. Kacamata bulat. Pemuda tinggi.

Peluh keringat membasahi muka Fenly. Mama Vina langsung memberikan segelas air putih.

"Ma... Ovel habis dapat penghilatan." Fenly berkata.

"Ovel, lebih baik kam sarapan dulu terus tidur lagi ya," ucap Mama Vina sangat khawatir.

Fenly terbayang-bayang terus. Apakah yang sebenarnya terjadi?

.
.
.
.
.

Bonus Chapter ya guys!

See you...

[18/10/2021]

E.I.G.H.T 2 (Pųzzélś Mýstèrý) [SELESAI]Where stories live. Discover now