Chapter 42

25.9K 1.3K 61
                                    


Sarah beranjak bangun, ia hendak pulang saja daripada emosinya tidak dapat dikendalikan.

"Ma." Hito menahan tangan Sarah, tapi Sarah menghempaskan tangannya dan memilih meninggalkan Hito yang terlihat frustasi. Hito sendiri semakin susah karena kedua wanita yang dicintai marah dengannya.

***

Pagi ini Lia bosan sekali, karena sejak tadi Hito tidak ada. Bukan apa hanya dengan Hito ia bisa marah-marah jika dengan keluarga Hito yang lain ia masih segan. Tadi ibunya Hito juga sempat ke sini dan saat bersamaan suasana sangat canggung karena Lia tidak pandai mencari topik pembicaraan dengan orang baru. Syukurnya mama Hito terlihat bersahabat dan mengajaknya bicara santai.

Pandangan Lia mengarah ke arah televisi, kenapa tidak menonton tv saja ya padahal ada tv dengan ukuran besar yang ada di hadapannya. Orang kaya memang luar biasa, ia bahkan bisa tidur diruangan dengan fasilitas lengkap seperti ini.

Awalnya hanya biasa saja, tapi ia malah tertegun melihat berita yang menunjukkan berita tentang penembakan. Dan itu adalah dirinya sendiri, dan disitu juga dikatakan bahwa penembak menghilang sejak saat itu.

Menghilang? Jadi belum ditangkap? Tangan Lia bergetar, ia memanggil-manggil nama Mamanya dengan keras.

"Mama," teriak Lia, ia sadar tidak akan ada Mamanya saat ini. Karena ia sudah ditinggal meninggal sejak kecil. Ia tidak sadar terus bergerak gusar yang bisa membuat lukanya kembali nyeri.

"Tenang." Dokter yang datang untuk memantau kondisi pasien, mencoba menenangkan Lia dengan menyuruh Lia berbaring, lalu juga langsung mematikan televisi.

Tidak lama Hito datang dengan napas terengah-engah. Hito memeluk Lia erat lalu mengelus punggung itu. Ia langsung berlari ke sini saat di telepon tentang Lia yang berteriak ketakutan. "Tenang ada aku." Lia terlihat lemas ia bersandar di dada Hito. Rasanya sangat menakutkan melihat tayangan tadi.

Hito sambil mencium pipi Lia pelan. "Kamu aman di sini."

"Om ku itu dia tidak ditangkap? Aku takut."

"Aku bersumpah akan menangkapnya bahkan dalam keadaan mati sekali pun," ucap Hito tidak main-main, ia emang menyuruh orang untuk mencari pelaku.

Lia mencekram erat baju kaos yang dipakai oleh Hito, ia tidak bisa hanya untuk tenang.

"Lihat aku, luka kamu belum kering Lia jangan bergerak berlebihan. Ada aku tidak perlu takut."

"Lia takut." gumam Lia.

"Jangan ngomong gitu." Hito mengambil wajah Lia yang tenggelam di dadanya. "Lihat aku, tidak akan ada dia lagi."

Hito mencium pipi dan mengecup bibir Lia cepat. Memperbaiki posisi kepala Lia yang miring dan meletakkan selimut lebih atas, tepatnya atas dada. Ia tidak meninggalkan Lia hingga wanita itu tenang dan tertidur.

Setelah Lia tidur, Hito langsung menghubungi orang suruhannya agar datang ke rumah sakit.

"Bagaimana sudah tertangkap?" tanya Hito pada orang yang berdiri di belakangnya, setelah Lia tidur ia emang menyuruh orang suruhannya untuk datang.

"Belum, orang yang bekerja dengannya juga tidak banyak tahu. Mereka bahkan takut dengan pria itu, hingga sangat jarang berbicara."

"Keluar, jika tidak berhasil kalian dapatkan selama seminggu. Saya tidak akan mempertahankan kalian lagi."

Rizal menganggul mengerti, ia akan segera menangkap penjahat itu. Nasibnya lah yang akan menjadi taruhan nantinya.

***

"Ada apa tadi?" tanya Alva, ia berusaha melupakan semua masalah terlebih dahulu, yang penting hanya Hito.

"Itu orang untuk mencari pelaku."

"Kamu itu walaupun anak angkat, Papa sangat sayang sama kamu. Tidak usah berpikir untuk berhenti bekerja di sini, banyak pasien yang mencari keberadaanmu."

"Sebenarnya semua keputusan ada ditangan Papa, jika menginginkan Hito berhenti bekerja tentu saja Hito setuju"

"Ada cara lain agar kamu bisa membalas jasa yang kamu anggap sebagai sesuatu yang harus kamu bayar."

"Apa itu ?" Hito menatap minat, ia sangat merasa tidak enak karena kasih sayang yang mereka berikan.

"Berbahagialah, lakukan apa yang kamu suka. Dan tetaplah melanjutkan profesimu."

Setelah itu Alva langsung pergi, tanpa sadar Hito meneteskan air matanya. Dari tadi sebenarnya mau menangis sejak melihat kondisi Lia ditambah dengan Alva yang membuatnya tidak bisa menahan lagi.

***

Tidak lama setelahnya, Hito menatap wanita yang sudah lama tidak ia lihat. Dia tante Lia. Kenapa saat seperti ini datang wanita yang tidak ia sukai bukan tanpa sebab, ia ikut membenci wanita ini setelah tahu bahwa penyebab Lia ingin bunuh diri adalah sebab tantenya.

"Kamu Hito kan? Sudah lama tidak bertemu."

Hito melihat penampilannya tante Lia yang tidak pernah berubah, masih terlihat modis dengan segala hiasan yang berada di tangannya.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Jihan, tante Lia.

"Kondisi siapa?" tanya Hito pura- pura tidak tahu.

"Ya Lia lah."

"Sudah lebih membaik," balas Hito dengan raut tidak sukanya. Siapa yang masih bisa bersikap baik saat ada orang yang membuat Lia hancur hingga bisa seperti sekarang.

"Saya mau lihat kondisinya."

"Tidak bisa," balas Hito, ia tidak mau membuat kondisi Lia semakin buruk.

"Tidak bisa? Saya tentenya, saya itu saudaranya."

"Kenapa kesini? Ada tujuan apa?" tanya Hito tanpa basa-basi, ia tidak bisa mempertahankan sopan santun pada orang yang tidak tahu tata krama.

"Siapa yang melakukan ini semua pada Lia? Saya rasa Lia tidak memiliki musuh."

"Mantan suami tante."

Jihan membeku beberapa saat lalu langsung pergi dengan cepat dari rumah sakit.

Hito menatap salah satu penjaga yang emang ia siapkan di depan tempat rawat Lia. "Kamu ikutin orang yang barusan berbicara dengan saya."

"Siap."

"Ada apa dia ke sini," gumam Hito dengan penasaran. Setelah mendengar cerita Lia rasanya Hito ingin membalas semua perbuatan wanita tua itu.

~~~

"Lebih baik kamu pergi, jangan tiap hari ke sini," ucap Lia, ia tidak mau lagi berurusan dengan siapa pun. Ia lelah dengan semua luka ini, setiap orang melukainya. Lebih baik Lia tidak berurusan lagi dengan orang yang sejak awal tidak menginginkan dirinya.

"Kenapa? Kamu masih marah karena aku tidak memberikan uang itu? Aku bersumpah Lia jika aku tau kamu lagi diancam aku akan memberika uang itu."

Lia menghela napasnya, ia menunduk melihat tangannya yang saling bergenggam. "Aku tidak membahas uang itu, aku sudah tidak ingin lagi bersamamu," balas Lia lagi.

Hito terdiam, matanya memerah. Ia rasanya mata terasa pedih seperti mau mengeluarkan air mata. Ia menahannya sekuat tenaga. Selama ini Lia selalu mengejarnya bahkan melakukan apa pun untuk menarik perhatiannya. Dan sekarang saat wanita itu tidak ingin bersamanya lagi, rasanya hatinya terasa tertingkam pisau.

Hito mendekat ke arah Lia, ia memegang bahu Lia agar menatapnya. "Aku minta maaf untuk semua segala kesalahanku. Aku akan berusaha untuk berubah, kita mulai dari awal ya. Aku, aku nyesel, kamu mau ya?"

Lia tidak sanggup menatap wajah Hito, ia menatap ke arah lain. Semua perkataan Hito sangat manis, tapi kenapa baru sekarang? Kenapa tidak sejak awal Hito bisa semanis ini.

***

Jika memenuhi target ini = 680 vote + 150 komen + 40 followers ak bkln double update hari ini.

Mungkin ada yang tidak sabar menunggu bab selanjutnya bisa wa di nomor ini
‪+62 838‑6394‑7842‬.

- Bab 42-End= 32k (paket hemat)

Hidden MarriageWhere stories live. Discover now