06 || Niat Zayden

54.2K 5.8K 1K
                                    

Assalamualaikum, selamat membaca untuk semuanya. Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak berupa komen di setiap paragrafnya, ya. Terimakasih.....

follow dulu 12kentang
.
.

"Bagaimana, Zaina Alayya?"

"Siapa laki-laki itu, Ibu?"

"Kamu belum mengenalnya, Nak." Zaina tertunduk mendengar itu. "Kamu ingat Tante Zena?"

"Tante Zena?"

Akifah tersenyum, mungkin putrinya sudah lupa.

"Beberapa bulan lalu, kamu dan Abah hendak mendatangi acara kelulusan putra pertama mereka, saat menuju ke sana kalian mengalami kecelakaan ...."

"Kamu ingat?" lanjut Akifah menggenggam tangan putrinya. Gadis itu terdiam dan beberapa saat kemudian ia mengangguk.

"Zaina ingat, Bu. Waktu itu ... banyak darah," ujar Zaina dengan lirih. Kepalanya pusing saat mengingat kejadian itu, terlebih lagi mengingat keadaan—Fathar—Abahnya yang berlumuran darah.

"Jangan diingat, Sayang." Akifah mengusap pundak putrinya. "Dia itu putra dari Tante Zena dan Om Zein," lanjut Akifah.

"Sekarang aku harus apa? Berarti aku udah jadi istri ya, Bu?" tanya Zaina dengan mata yang berkaca-kaca.

Akifah langsung memeluk tubuh Zaina dengan sayang. Tangannya mengusap lembut rambut sebahu putrinya.

"Iya, Sayang. Kamu tunggu dia jemput kamu," jawab Akifah tersenyum dibalik pundak putrinya.

"Kapan?" tanya Zaina.

"Setelah dia berhasil memenuhi permintaan almarhum Abah kamu."

Zaina terkejut, ia bahkan melepaskan pelukan Ibunya.

"Permintaan? Abah minta apa sama dia, Bu? Apa itu memberatkan dia?"

Lagi-lagi Akifah tersenyum. "Menurut kamu?"

"Abah nggak mungkin memberatkan seseorang, apalagi atas putrinya," jawab Zaina tersenyum.

"Hm, dia tau Zaina udah sembuh?" Akifah mengangguk, tapi bibirnya masih mengukir senyum lembut untuk putrinya.

"Kenapa dia nggak jemput Zaina?"

"Eh, maksud Zaina bukan karena ... Ibu jangan salah paham, ya ...." Gadis itu gelagapan sendiri, pipinya memerah merona. Hal itu membuat sang Ibu gemas melihat putrinya.

"Masyaallah, nggak perlu malu-malu gitu sama ibu, Zaina," ujar Akifah tertawa ringan.

"Zaina cuma nanya, Ibu, bukan maksud itu," jelas Zaina menutupi kedua pipinya dengan kedua tangannya.

"Iya, ibu paham. Soal dia yang belum jemput kamu karena dia belum memenuhi permintaan Abah kamu."

"Apa dia ikhlas menikahi Zaina? Apa dia--"

"Ssstt, nggak boleh suuzdon. Anaknya baik, dia dengan ikhlas menikahi kamu. Bahkan waktu itu masih pake toga waktu ijab qobul," jawab Akifah.

"Semua orang pasti punya impian dalam pernikahannya. Termasuk dia, tapi apa dia menyesal menikah dengan--"

"Zaina." Akifah memotong dengan nada menegur.

"Enggak boleh berprasangka yang tidak-tidak sama orang, apalagi sama suami kamu sendiri," lanjut Akifah.

Zaina beristighfar di dalam hati. "Maaf, Bu, Zaina salah."

"Jangan diulangi lagi," ucap Akifah memberi peringatan. Zaina langsung mengangguk cepat.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now