61 || Cemburu Lagi

9.2K 1.1K 676
                                    

Heyoooo! Assalamu'alaikum! Apa kabar sengkuuuh😍 lama kita tidak berjumpa di sini😭 tapi jumpa di igee yak (bagi yang follow akuuw)

Semangatin aku yokkk biar cerita ini bisa cepat tamat, caranya kalian jangan diam aja bacanya, vote dan komen yang banyak atuh💗

_____________________________________

Haflah Akhirussanah dan Khutbatul Wada sekaligus Tabligh Akbar digelar di lapangan pesantren yang luas. Deklit dan panggung yang indah nan megah sudah disiapkan sejak satu Minggu sebelum hari H.

Siapapun yang melihat para santri yang akan diwisudakan pasti akan tersenyum dan ikut terharu melihatnya. Termasuk Zayden. Laki-laki itu duduk dibarisan khusus para pemuka pesantren. Tentu Zayden merasa tidak pantas berada di sana, tapi semua orang memintanya untuk duduk di sana. Zaina duduk di sebelahnya. Di sofa khusus di sebelah Zaina ada Gus Arfa dan istri almarhum Kyai Fathar. Tadi Zaina sempat menangis karena teringat pada mendiang Kiai Fathar. Biasanya abahnya duduk di samping ibunya. Namun, di tahun ini terasa berbeda.

Para santri putra yang akan diwisudakan mulai berjalan menuju tempat yang sudah disediakan. Jas berwarna hijau tua lengkap dengan celananya. Dasi terpasang rapi, serban putih dan peci hitam. Mereka terlihat gagah, sopan, modern dan terkesan intelektual.

Santri putri menyusul bak kawanan bidadari yang wajahnya berseri. Jas warnanya sama dengan para santri putra. Memakai jas kebanggaan Pesantren dengan hijab putih bersih.

"Kamu pernah di posisi itu?" bisik Zayden bertanya pada Zaina.

"Pasti," jawab Zaina terkekeh. "Aku pernah berada di posisi itu, " lanjutnya.

"Terbaik keberapa?" Zayden bertanya dengan iseng. Zaina mencibir singkat.

"Istrimu nggak termasuk yang terbaik, Kak. Walaupun Zaina anaknya Kiai, bukan berarti Zaina yang paling berprestasi, ya," jawab Zaina. "Santri biasa dengan nilai biasa," lanjutnya terkikik.

"Aku kira kamu yang jadi terbaik satu," ledek Zayden. Zaina langsung mencubit lengan suaminya tersebut.

"Nyesel punya istri yang biasa aja?" bisik Zaina.

"Yang biasa, kan, nilainya, bukan orangnya," balas Zayden berbisik juga.

"Orangnya luar biasa hebat," sambung laki-laki berinisial Z tersebut.

Zaina langsung tersipu. Jika tidak mengingat di depan umum, Zaina pasti sudah menyerang Zayden dengan cubitan mautnya.

Memasuki acara sambutan. Hati Zaina mulai bergemuruh ketika MC menyebut sambutan dari pimpinan pesantren. Biasanya Kiai Fathar dengan ramah menyapa setiap tamu ketika hendak menaiki panggung. Kali ini sambutan pimpinan pesantren diwakili oleh abangnya selaku putra Kiai Fathar.

Di usia yang masih sangat muda, Farras Arfathan Aqmar harus siap meneruskan apa yang sudah abahnya bangun. Abangnya Zaina itu berjalan dengan berwibawa menuju ke atas panggung.

"Keren, ya, Gus Arfathan. Aura kepemimpinannya udah nampak. Dia udah cukup pantas melanjutkan cita-cita Abah," ucap Zayden memuji kakak iparnya.

"Zaina bangga sama Abang. Zaina juga tahu ini berat untuknya, tapi ini semua termasuk tuntunan dia untuk siap lebih awal. Kalau kita awalnya diuji dengan pernikahan, kalau dia diuji dengan kepemimpinan," balas Zaina.

"Bapak Wakil Gubernur, Pak Bupati, Pak Camat, Pak Lurah serta perangkat-perangkatnya, Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara dan Saudari sekalian, saya ucapkan terima kasih karena sudah menyempatkan hadir pada acara ini."

"Saya juga mewakili Almarhum Kiai Fathar, mewakili segenap seluruh dewan asatid/asatidzah atas permohonan maaf kami jika ternyata didikan kamu belum sesuai dengan harapan orang tua wali sekalian."

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now