63 || Selesai

8.8K 1.2K 1.3K
                                    

Siap nggak?!

Siap nggak siap vote tetap harus dipencet
okyy, happy reading....

________________________________________

"Astaghfirullah ...."

Kaki Zaina perlahan mundur. Jangan sampai derap langkah kakinya bisa mengganggu orang-orang di sana.

"Jadi begini rasanya lihat orang yang dicintai bersama dengan orang lain?"

"Jadi begini rasanya cemburu?" tambah Zaina bergumam dengan bibir bergetar menahan isak tangisnya.

Setelah Zaina rasa sudah cukup jauh, ia pun berlari keluar dari dalam rumahnya dan membiarkan Zayden berpelukan dengan Aurita dan juga Cia.

Suaminya memeluk wanita lain yang sudah jelas bukan mahram. Di lain sisi Zaina juga juga merasa sakit melihat pemandangan itu karena yang ia lihat adalah, mereka bertiga seperti keluarga bahagia yang lengkap.

"Ada Ayah, Ibu, dan anak," monolog Zaina setelah berada di luar rumah.

"Hiks...."

Kaki Zaina rasanya seperti tidak sanggup melangkah lagi. Ia berjongkok dan menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kaki. Zaina tidak peduli jika ada yang melihatnya menangis di pinggir jalan. Hatinya sangat sakit, dan kini ia merasa tidak percaya diri dari segi apapun.

Aurita memang terlihat lebih darinya. Aurita sangat cantik, Aurita bisa memiliki anak, sedangkan ia sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehamilan pada dirinya.

Zaina hanya manusia biasa, ia juga punya rasa takut. Takut jika nanti Zayden mencari yang lain. Tidak perlu nanti, sekarang Zayden sudah mendapatkannya.

"Kak Zayden jahat sama Zaina! Kenapa balas Zaina dengan hal yang kayak gini, Kak?! Kenapa kamu nggak mau dengerin penjelasan Zaina dulu hiks...."

"Yang terlihat belum tentu sama dengan kenyataannya, tapi Zaina udah lihat kenyatannya. Kamu senyum dengan sangat-sangat tulus ke Mbak Aurita, kalian berpelukan bertiga, kepala Cia kamu usap seakan-akan itu anak kalian."

"Ya Allah, Zaina nggak permasalahkan Kak Zayden sayang sama Cia, Zaina juga nggak jadikan masalah kalau seandainya Kak Zayden anggap Cia sebagai anak, tapi kenapa Mbak Aurita...." Zaina tidak lagi melanjutkan keluhannya.

"Astaghfirullah," ucap gadis itu.

Sayup-sayup Zaina mendengar langkah orang di belakangnya. Dengan cepat perempuan itu pergi dan berlari ke arah ujung kompleks.

Zaina tidak tahu harus pergi ke mana. Ia bahkan tidak sempat berpikir akan ke mana tujuannya.

Napas Zaina tersengal-sengal karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. Sudut bibirnya tertarik ke atas setelah sadar ia sudah berada di mana.

"Kia," ucap Zaina. Kakinya mulai masuk ke area pemakaman.

Sampainya di samping makam si kecil kesayangan semua orang, Zaina bersimpuh. Tangisan yang sejak tadi ia tahan langsung pecah.

Zaina terisak sambil memeluk nisan mendiang Azkia Anindira, putri Elvano dan Alara.

"Kia, Tana bingung.... Tana nggak punya tempat bercerita, karena tempat biasanya Tana bercerita... dia lebih memilih mendengarkan cerita orang lain. Om kamu, Kia, Om kesayangan Kia masa jahat sama Tana hiks... Tana takut, Kia," adu Zaina.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 9 hours ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now