08 || Bertemu Sepihak

54.7K 6.5K 1.1K
                                    

السلام عليكم

"Kenapa harus besok, lusa, atau mungkin tahun depan? Hm, jika bisa sekarang maka harus sekarang. Karena menunda itu dapat menghancurkan."

≪•≪•◦ ❈ ◦•≫•≫

"Assalamualaikum, Zaina Alayya ...."

"Ayana, istrinya Zayden Abdijaya."

Zayden menjauhkan wajahnya setelah berhasil mengecup pipi putih itu dengan lancang. Kemudian ia duduk di sisi sebelah Zaina.

Zayden hanya diam mengamati wajah yang terlihat damai itu. Tangannya dengan ragu terangkat untuk menyentuh puncak kepala Zaina, tapi ia urungkan. Alhasil tangannya hanya mengapung di udara.

"Akhirnya gue bisa liat wajah lo dengan durasi lebih lama dibandingkan lima bulan lalu, Ayana."

"Ralat, dulu pernah lebih lama, tapi Ayana versi gadis kecil," lanjutnya lalu terkekeh pelan.

"Sayangnya gue belum berani nemuin lo saat mata ini ...." Zayden menunjuk mata Zaina yang terpejam. "Terbuka," sambungnya.

"Lo tau nggak, sih, gue kangen ...."

"Aneh, kan?" Zayden terkekeh. Ia pun heran, kenapa bisa serindu itu dengan Zaina.

"Maafin gue ... sampai saat ini gue belum bisa bawa lo pulang, Na. Karena gue belum bisa bangun tempat untuk kita pulang."

"Ini kesalahan gue yang terlalu konyol, gue buat perjanjian, Na."

"Bukan perjanjian sama almarhum Abah, lo, tapi ...." Zayden geleng-geleng kepala.

"Mungkin gue bisa ingkari perjanjian yang waktu itu sama almarhum, yaitu beli rumah dan langsung jemput lo. Apalagi Ibu sama Kakak lo sepertinya sudah mengizinkan, tapi gue nggak bisa ingkar sama perjanjian konyol itu, Na, maaf ...."

"Gue harap lo buka mata sekarang, please ...." Zayden terus saja berbicara pelan. Ia sangat berharap mata itu terbuka dengan sendirinya tanpa ia bangunkan. Entah kenapa dirinya mau kalau Zaina merasakan kehadirannya sekarang.

Namun, lagi-lagi Zayden tidak mampu.

Ia harap gadis itu terbangun, lalu mereka berbicara panjang lebar.

Sayangnya hanya harapan Zayden. Ia belum punya nyali sebesar itu untuk membangunkan Zaina. Bagaimana jika Zaina bangun, lalu bertanya banyak hal dan parahnya lagi jika Zaina meminta ikut dengannya?

Ah, sepertinya Zayden terlalu tinggi dalam berhalu. Mana mungkin Zaina langsung menerimanya, lalu mau ikut dengannya? Hal yang terdengar sangat konyol. Mana ada gadis yang bangun-bangun dari tidur, lalu ada laki-laki yang mengaku sebagai suaminya dan dengan mudahnya langsung mau ikut?

Zayden bener-bener konyol. Lebih konyol lagi isi perjanjiannya.

Zayden tidak bisa menahan tangannya lagi, wajah Zaina terlalu menarik untuk ia abaikan.

Sekilas ia teringat istrinya Elvano. Detik berikutnya ia menggeleng cepat. Bisa-bisanya ia berpikiran untuk membedakan Zaina dengan Alara.

Mereka berdua cantik dengan porsinya masing-masing. Jika ditanya siapa yang paling cantik? Maka yang akan menjawab akan kebingungan.

Tangan Zayden mengusap dengan lembut surai hitam milik Zaina. Tentu saja ia adalah laki-laki pertama selain keluarga gadis itu yang sudah melihat mahkota indah tersebut. Dan Zayden merasa bangga pada dirinya sendiri. Ralat, ia bangga akan takdir untuknya.

Kisahnya memang tidak seunik kisah Elvano dan Alara, kisahnya juga tidak serumit kisah Dylan dan Nila, bukan pula segampang kisah Eki dalam menaklukkan pacarnya, tidak pula seperti Galih yang sampai saat ini belum menemukan tambatan hatinya.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Onde as histórias ganham vida. Descobre agora