Rule #10

22.3K 3.8K 874
                                    

((thank you for waiting. Just saying : it's totally not easy to tune the mood and brain from  one to another story in such a short time))

 



"Lo gak ke Bandung lagi?"

"Ngapain?" Randi bertanya balik dengan tatapan terfokus ke layar dan wireless controller di tangannya.

"Jenguk calon mertua. Woi, back lo mana ini? Yaelah..." Ryan tertawa pongah ketika ia berhasil membuat gol di gawang milik tim Randi sehingga kedudukan menjadi 1-1 di game FIFA 2021 yang tengah mereka mainkan saat itu. "Main atau cari muka gitu di ortu Reva, biar gampang dijadiin mantu."

"Muka gue gak kemana-mana. Baik-baik aja di tempatnya dan tetep oke," jawab Randi lempeng yang membuatnya mendapatkan cibiran dari Ryan. "Gak ada occasion kali, Yan. Mau ngapain juga gue tiba-tiba ke sana? Lagian Reva juga lagi nggak di Indonesia."

"Ya lo aja kali yang ke sana. Gue aja jaman-jaman masih pacaran sama Fanny, gak kehitung gue ke rumah ortunya berapa kali—tanpa dia."

"Emang sekarang udah nggak pacaran?"

"Sorry, kasta gue naik satu level dibanding lo sekarang," ucapnya sombong. "Serius gue nih nanyanya, jangan lo belokin kemana-mana. Ke Bandung, gih. Mempererat tali silaturahmi."

Randi mengubah posisi duduknya menjadi bersandar di sofabed. "Itu sih lo bukan nanya. Lo cuma lagi nge-tes gue aja untuk asumsi-asumsi di kepala lo," timpal Randi tepat sasaran. "Kali ini apa?"

Ryan meletakkan controller-nya ke sofa bersamaan dengan durasi permainan mereka yang telah selesai dengan skor yang sama. "Susah emang ngomong sama turunan cenayang." Ia berdecak pelan. "Kapan giliran lo kalau gitu?"

"Giliran apa? Tunangan? Gak ada yang lebih mainstream lagi pertanyaan lo?"

"Bukan!" Ryan mendengus tidak sabar. "Lo yang bawa dia ketemu ortu lo."

"Nanti."

"Wah, bagus sekali ya jawaban anda. Silakan pintu keluar di sebelah sana."

"Just in case lo lupa ini apartment gue, bangke!" Randi berdiri dari duduknya dan berjalan ke pantry untuk mengambil sekaleng kopi dari kulkas. "Ortu gue nggak ada masalah apapun sama Reva. So, gue nggak ngerasa perlu buru-buru ngenalin."

Ryan menatap sahabatnya itu sebelum membuka suara kembali dengan nada lebih serius. "Kalimat lo belum selesai."

Ada keheningan sesaat sebelum Randi mendudukkan dirinya kembali ke sofa. "Indeed."



-xxx-



"Hey!"

Stacya yang baru saja memasuki salah satu butik di kawasan Jakarta Selatan, menoleh ketika mendengar suara familiar—sekalipun seingatnya udah cukup lama ia tidak mendengar suara itu, terakhir di saat piano concerto dan itu sekitar dua bulan lalu.

Dan tebakannya tidak salah. Di salah satu sofa ruang tunggu di sana ada Randi yang tengah duduk seorang diri.

"Lah, Mas Randi." Stacya balas menyapa dengan heran. "Ngapain disini?"

"Beli galon, Sya," jawab Randi lempeng yang spontan membuat Stacya tertawa. "Alasan yang sama kayak lo."

Stacya mengangguk paham, sementara tawanya masih berbekas di wajahnya. "Gue pikir cuma yang cewek doang fitting-nya disini, Mas. Kirain yang untuk para bestman tuh seragamnya udah langsung jadi, gitu."

RestrictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang