Rule #21

11.2K 1.6K 271
                                    

Author Note :

Many people continue to ask me about updating my story. I apologize and sincerely request your understanding because writing is not my primary job, and my main job consumes most of my time. As I've mentioned, I never abandon my story, and if I update one story, please kindly wait for the others. Each story has its own time and inspiration. I am very thankful for those who patiently wait. You are all so kind. Thank you very much.

***


"Lo dari Bandung minggu lalu?"

"Hm." Randi menggumam sebagai bentuk jawaban dari pertanyaan Alex yang tengah duduk di seberang meja, sembari dirinya tidak mengalihkan tatapan dari dokumen findings yang baru saja disubmit oleh timnya.

"Ngapain?"

"Bersilaturahmi."

"You didn't event try to hide the sarcasm in your voice." Alex mendengus pelan. "Is it that bad?"

Perhatian Randi masih terfokus di dokumen yang ia pegang. "Why didn't they mention about absence of validation and sensitivity analysis here..." Ia bergumam dan memberi sign ke Alex untuk menunggu sebentar sebelum jarinya bergerak di keyboard untuk mengetik permintaan meeting arrangement kepada timnya sore nanti terkait dokumen findings sebelum mereka menyampaikannya kepada perusahaan yang tengah mereka audit. Ia melepas kacamata dan akhirnya mengalihkan fokusnya ke Alex. "Neither good nor bad."

"Lo belum bisa menebak arahnya ke mana ya?"

"Actually, deep down there, I know. Makanya gue berusaha sekeras yang gue bisa." Randi meraih handphone dan mengutak-atik sesuatu di sana sebelum menyerahkannya ke Alex. "Look at the last two paragraphs."

Yang ditunjukkan Randi ke Alex adalah artikel terbaru—well, tepatnya dua minggu lalu—di salah satu portal berita bagian environmental dengan narasumbernya adalah Professor Aryaguna. Isinya tentu saja berkaitan dengan sustainable development. Yang menjadi perhatian Randi adalah bagaimana di dua paragraf terakhir, Professor Arya masih menyinggung keras tentang kontribusi perusahaan pertambangan yang dianggap masih minim dan justru belum mendukung sama sekali. In fact, justru makin merusak.

Tidak ada yang salah sebenarnya—mungkin. Kalau Randi mencoba melihatnya dari pandangan netral. Karena tentu saja seorang Professor seperti beliau tidak akan mencatut apapun tanpa fakta di lapangan. Namun tetap saja. Dengan historical yang ada di antara mereka, permasalahan ini memang sama sekali belum selesai secara tuntas—no, he's not talking about the law and etc, because it has been done fairly. Mentally. It hasn't finished yet, mentally. Mau mematuhi seluruh peraturan undang-undang dalam hal mining pun, kalau view-nya tetap ke lingkungan tanpa memperdulikan bahwa semua regulasi sudah diikuti dan semua aksi penyelamatan lingkungan dalam batas maksimal yang bisa dilakukan oleh perusahaan tambang, tetap saja memang tidak akan ada habisnya.

Alex menyodorkan kembali handphone Randi dan menggeleng kecil dengan ekspresi muram. "That's... pretty damn hard. Your situation."

"Thanks for reminding me." Randi mengucapkannya dengan nada datar namun tentu saja, sarkas.

"This is way more than just a blessing that you're trying to get, Randika." Alex melipat tangannya di dada sambil menatap Randi. "Lo nggak mau kan dapat restu tapi status orang tua lo dan orang tua pasangan lo saling bertentangan? Unless, you're planning to move faraway from them, cut all the ties, and just focus on both of you. But that's impossible. You're the heir of Harsha Group, for God's sake. The only goddamn heir. You can't runaway like that. Correct me if I'm wrong."

RestrictionWhere stories live. Discover now