Rule #6

27K 4.1K 1.1K
                                    

(I'm paying my debt for the missing updates for these latest few weeks. So, it will be back to the normal schedule of updating, which is once in two weeks. Hope you can understand because on the other hand, there are also few things that also need to be done)




Stacya menoleh ketika mendengar suara dari belakang dan mendapati Randi berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini di salah satu sisi taman samping rumah. Melihat ekspresi pria itu yang kebingungan, Stacya mau tidak mau meringis ketika menyadari sepertinya pria itu sejak tadi mengamati apa yang tengah ia lakukan. "Studying, Mas."

Sebelah alis Randi terangkat namun ia tidak mengatakan apa-apa, yang membuat Stacya tersenyum geli.

"I'm memorizing some subjects for my presentation tomorrow, Mas." Stacya menunjukkan layar handphone di tangannya. "Aku keliatan aneh ya kayak ngomong sendiri dari belakang?"

Randi mengangguk. "I guess you were talking on the phone. Tapi waktu gue mendekat, gue nggak liat ada earphone di telinga lo... so I was thinking like... you are communicating with... well, you know... Since your hands move a lot..." Ekspresi yang ditampilkan Randi membuat Stacya mati-matian menahan tawanya. "lo lebih keliatan lagi ngomong sama 'sesuatu' dibanding lagi ngehapal materi..." tutur Randi terus terang. Ia memang berpikir seperti itu karena hal itulah yang menarik perhatiannya. Bahkan dari jauh pun Stacya benar-benar terlihat seperti mengobrol dengan seseorang—atau apapun itu—karena ia terlihat sangat interaktif dan itu juga yang menjadi alasan Randi merasa penasaran dan menghampirinya.

"In simple words, gue keliatan kayak orang gila ya, Mas, ngomong sendirian?" Stacya tertawa mendengar penuturan Randi. "Lo bukan orang pertama yang bilang cara gue kalau lagi ngehapal materi seaneh itu kok, Mas. Hampir semuanya malahan." Tawanya tidak hilang dari wajahnya sama sekali ketika ia menjelaskan. "Sebenernya mau belajar di kamar, tapi kasian lagi ada keponakan yang masih bayi numpang tidur. Kamar-kamar tamu udah pada penuh soalnya. Jadi ya udah disini aja mumpung sepi."

Randi mengangguk-angguk kecil. "Ya udah, lanjut aja belajar lo. Sorry for disturbing because of my personal curiosity..."

"It's okay, Mas. Daripada dikira aneh-aneh punya sixth sense bisa ngobrol dengan yang nggak kasat mata..." jawab Stacya yang membuat Randi meringis pelan. "Udah mau balik, Mas? Salam sama Mbak Reva, ya."

Randi mengangguk sekali lagi sebelum akhirnya menuju kembali ke dalam rumah. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya ketika ia berbalik dan berjalan menuju pintu.

What an interesting and funny little sister that Fanny and Ryan have.



-xxx-


Randi berjalan memasuki terminal 3 keberangkatan Soekarno Hatta tepat ketika Bremont Arrow di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul sembilan malam. Setelah selesai mencetak tiket dan melewati bagian imigrasi, ia berjalan menuju ke gate yang dituju sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling sampai akhirnya tatapannya jatuh ke arah seseorang yang tengah duduk di coffee shop yang terletak tidak jauh dari gate. Not a surprising one, though. Ia memang mencarinya sejak tadi.

Randi berjalan memasuki coffee shop dan memutuskan memesan segelas cold brew mengingat masih ada cukup waktu untuk duduk disana sebelum mereka memasuki pesawat. "Hi, again." Ia menyapa gadis yang tengah berkutat dengan laptopnya sejak tadi dan kelihatannya tidak menyadari kehadiran Randi sedikitpun.

RestrictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang