Rule #20

15.5K 1.7K 313
                                    

Author Notes :
Beside my main account (ayoouu) in IG, I usually share a few things related to all my stories also on my second IG (diariesofayoouu) and on twitter (ayoouu)

***


Stacya mengaduk hot chocolate di hadapannya tanpa suara. Sementara di hadapannya, Randi tengah berbicara di telepon. Dari percakapannya, Stacya bisa menebak bahwa yang Randi telepon ketika mereka selesai memesan makanan tidak lain adalah Reva. Stacya sendiri tidak mengerti—dan mencoba untuk tidak menguping semampunya—apa yang mereka bahas. Namun sekilas yang ia tangkap—karena seberapa keras ia berusaha tidak mendengarkan karena alasan kesopanan namun mengingat ia duduk di meja yang sama dengan Randi sehingga mau tidak mau tetap ada yang ditangkapnya—adalah tentang schedule mereka berdua di minggu itu.

"Sorry." Randi bersuara setelah beberapa menit kemudian ia mengakhiri pembicaraan dan meletakkan handphone-nya di atas meja.

"No prob, Mas." Stacya menggeleng, sama sekali tidak mempermasalahkan. "Oh iya, I haven't managed to say it directly, but I really like my graduation gift from you two. Thanks a lot, once again. That's a very nice—and expensive—bag."

"We got your thank you message that day. I couldn't reply it though, but you're welcome. Reva said it would suit you, so I just agreed." Randi membuka tutup mug tumbler berisi kopi lalu mengambil sebagian croissant yang tadi sudah ia bagi menjadi dua lalu menyantapnya.

Hening. Setelah beberapa kali berinteraksi dengan Randi, mau tidak mau Stacya jadi lebih terbiasa ketika tidak banyak percakapan yang terjadi di antara mereka. Cukup kontras ketika ia bersama dengan Ryan atau Radit—apalagi Devan—yang cenderung cukup talktative. Stacya sendiri mengkategorikan Randi ada di zona yang sama dengan Alex. The real para penganut 'diam adalah emas'.

"Lo jadinya nyari kerja dulu?" Setelah keheningan lama, suara Randi kembali terdengar. "Nggak S-2?"

"Tetap nyari dua2nya. Paralel sih, Mas. Kalau dapat dua-duanya ya Alhamdulillah, tinggal milih."

"Lulusan NUS sih seharusnya yakin bakal dapat dua-duanya." Randi menatap Stacya tepat di matanya. "Aren't you?"

"Hopefully. Kalau kayak gitu, mungkin jadinya ngambil S-2 berarti."

"That's the spirit." Randi mengangguk dan meminum isi tumblernya.

"Mau nanya boleh gak, Mas?" Stacya menggunakan momen tersebut untuk menyuarakan isi kepalanya sebelum situasinya kembali menjadi hening.

"Hm?"

"Di essay S-2 dulu, Mas Randi nulis apa tentang short term and long-term plan setelah mendapatkan gelar MBA? I bet almost all top universities memasukkan poin itu di ketentuan essay-nya."

"Entering top or middle-high level management in top 20 companies in the world, and the long-term plan is taking a big part dalam sektor pertambangan yang punya peran besar dalam GDP Indonesia dan komoditas dunia, khususnya dalam hal dukungannya terhadap environment sustainability. When I say 'a big part', it means I'm in charge of the company."

"Gimana nggak lulus MIT coba... tahun segitu udah ngebahas kepedulian tentang ESG. Such a genius..." Stacya bergumam tanpa sadar. "Eh kedengeran ya?" Ia tergeragap ketika menyadari ekspresi Randi yang menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

"Harusnya sih kedengeran karena lo ngomongnya pakai suara." Randi menjawab dengan ekspresinya yang tetap poker face. "There are lots of thing yang bisa lo angkat sebagai topik. I'm sure you know it well more than me. Pemikiran anak kuliah biasanya lebih kritis dan lebih luas."

RestrictionWhere stories live. Discover now