Fourteenth~Kecewa

86 7 2
                                    

^Masih di Rumah Giska^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

^Masih di Rumah Giska^

Hari sudah menjelang sore dan Giska baru pulang setelah selesai rapat bersama bandnya. Masalah gitaris sudah selesai, konsep lirik lagu dan musik juga sudah selesai, jadi tinggal pemantapan latihan saja.

"Assalamualaikum. Giska pulang." ucap Giska setelah menutup pintu rumah mewahnya yang berwarna cokelat tersebut. Namun rumahnya tampak sepi sekali. Ia tidak melihat batang hidung Papa dan Mamanya, "kok sepi banget? Masa udah sore Papa sama Mama masih belum pulang? Segitunya banget kalau udah gila kerja." gumam Giska ngedumel sendiri.

"Apa kamu udah lupa gimana dulu Gisya meninggal?" terdengar suara Andini dari arah ruang kerja Hendro. Hal itu menuntun langkah Giska untuk mendekat.

"Gisya dulu marah besar sampek kecelakaan itu gara-gara kamu nyabotase konser bandnya. Secara nggak langsung itu salah kamu, Mas. Kamu mikir sampek situ nggak sih?" 

Bagai disambar petir begitu Giska mendengar perkataan Andini. Ternyata ada fakta yang disembunyikan oleh orang tuanya. Fakta yang sangat penting dalam hidupnya tapi ia tidak tahu sama sekali. 

"Apa, Ma? Jadi Papa yang udah nyabotase konser bandnya Kak Gisya?" mendengar suara Giska, seketika membuat Hendro dan Andini tidak dapat berkutik sedikit pun. Panik dan bingung bercampur menjadi satu begitu melihat Giska sudah berdiri di ambang pintu. 

"Ma, jawab pertanyaan Giska! Apa yang Giska denger barusan itu bener? Kalau kejadian dua tahun yang lalu adalah ulahnya Papa?" tanya Giska menuntut jawaban. Gadis itu menatap Hendro dan Andini bergantian. Sedangkan Andini semakin terpojok tidak tahu harus menjelaskan dari mana dulu. Wanita paruh baya tersebut sibuk dengan pikirannya sendiri. Terutama pikiran yang dihampiri pertanyaan sejak kapan Giska mendengar pembicaraannya dan Hendro?

"Kamu tenang dulu ya. Mama akan jelasin semuanya."

Giska mengepalkan tangannya kuat. "Jelasin tanpa ada yang terlewat."

"Nggak ada yang perlu dijelasin! Kakak kamu itu memang anak pembangkang makanya jadi ngerugiin dirinya sendiri!" cegah Hendro menolak. Giska tersenyum getir masih tidak percaya dengan reaksi sang Ayah.

"Terus apa dengan Papa menyabotase konser bandnya bikin Kak Gisya bahagia dan jadi anak yang penurut? Kenapa Papa setega itu sama anak kandung sendiri?!" Giska sudah tidak dapat mengontrol rasa sesak di dadanya karena penuh dengan luka dan rasa sakit. Mata Giska mulai memerah dan hendak meneteskan air mata. Namun berusaha ia tahan sekuat mungkin.

"Apa kamu tau alasan Papa menyabotase konser band Kakakmu? Karena Papa nggak mau dia semakin terbelenggu dengan hobi nggak berguna dan rendahannya itu!"

Giska menatap Hendro tidak menyangka. Kenapa sang Ayah selalu berpikiran dangkal? Apa menjadi seorang pecinta musik terlihat serendah itu di matanya? Seolah seseorang yang memliki bakat hanya lah sebuah sampah yang tidak berguna dan harus dibuang.

Our Youth (On Going)Where stories live. Discover now