Sixteenth ~ Penuh Tanya

62 5 4
                                    

Kita emang nggak bisa pilih mau lahir dikeluarga yang seperti apa. Tapi kita bisa pilih pengen hidup yang seperti apa. Karena setiap manusia itu udah punya takdir hidupnya masing-masing.

~Zafran Kenando~

***

∆Jakarta Medical Center∆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

∆Jakarta Medical Center∆

Semalaman Giska menginap di rumah sakit untuk menjaga Dava karena tidak tega membiarkan Diana sendirian. Lagipula ia juga malas pulang karena masalah kemarin. Ia benar-benar masih kecewa dengan kedua orang tuanya. Hari ini gadis itu berniat untuk menginap di rumah Intan sampai hatinya benar-benar tenang. Baru ia bisa menguatkan diri untuk pulang ke rumah.

"Lo kenapa masih di sini? Nggak siap-siap ke sekolah?" tanya Dava dengan suara lemah. Menatap bingung ke arah Giska yang masih setia menemaninya sejak tadi malam sampai menginap di rumah sakit. Gadis itu sejak tadi malam bahkan tidak mau disuruh pulang ke rumah atau setidaknya menginap di rumah Intan.

Raut wajah Giska tampak sangat murung. "Gue bolos aja ya," celetuknya asal.

"Jangan dong, Ka. Entar lo bisa ketinggalan pelajaran." cegah Dava tidak setuju. Pemuda itu tidak ingin Giska terus-terusan mengorbankan sekolah karena menjaganya. Ia merasa menjadi laki-laki yang benar-benar hanya bisa menyusahkan perempuan saja.

Dava tau banyak goals yang ingin Giska wujudkan terutama membuktikan bakat menyanyi dan bermusiknya pada Hendro. Supaya ayah gadis itu bisa memahami jika passion anaknya ada bersama musik. Sampai sekarang Giska masih berharap sang Ayah mau membuka hati untuk mendukung impiannya.

Setelah terdiam, Giska mendengus kesal sambil tangannya bersendekap dada. "Lagian ya Ardi tuh kenapa mau aja sih, nurutin permintaan lo buat nggak ngabarin gue?" protesnya masih tidak terima. Alhasil ia dikabari oleh Intan yang ternyata tadi malam tidak sengaja bertemu dengan Ardi di rumah sakit.

"Udah ah ngomel mulu lo ya. Ini tuh masih pagi jadi harus diisi dengan keceriaan bukannya dengan omelan." Giska merengut kesal karena tidak tahu apa-apa tentang collapsenya Dava kemarin. Padahal gadis itu sedang ada di kantin tapi karena jarak tempat duduknya dengan Dava dan Ardi yang jauh, ia jadi tidak tahu jika Dava pingsan.

"Dav, lo tau nggak gimana khawatirnya gue pas Intan telepon semalem? Bisa-bisanya gue nggak tau apa-apa kalau lo ngedrop." omel Giska lagi tidak puas dengan jawaban Dava. Mungkin ia memang selalu over protective pada pemuda itu. Namun semua yang ia lakukan sekarang semata-mata hanya terlalu takut kehilangan lagi. Sudah cukup ia kehilangan Kakak kesayangannya dan meninggalkan luka beserta penyesalan selama dua tahun terakhir.

Bukannya menjawab Dava malah mengalihkan pandangannya dari Giska. Matanya menerawang jauh entah ke mana. Dahi Giska langsung mengerut bingung. "Kok diem aja? Lo dengerin gue nggak sih?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Our Youth (On Going)Where stories live. Discover now