Rumah untuk Pulang (3)

47 9 2
                                    

Happy Reading
...

Bintang kembali masuk ke dalam ruang inap Be. Buru-buru ia menghampiri Be untuk memastikan gadis itu baik-baik saja.

"Kamu baik-baik aja? Ada yang sakit? Atau luka?" tanya Bintang berturut-turut.

"Aku baik kok." Be tersenyum, dengan wajahnya yang masih pucat.

"Syukurlah." Bintang merasa lega.

"Bi, cita-cita kamu apa?" Be tiba-tiba menanyakan sesuatu yang di luar konteks.

Bintang mengerutkan dahinya, sedikit bingung dengan pertanyaan Be yang tiba-tiba. "Cita-citaku...." Bintang berpikir sejenak.

"Cita-citaku jadi Dokter, Be." Bintang mengatakan itu sambil menatap tepat di manik mata Be.

"Dokter ya." Be menganggukkan kepalanya, mengerti.

"Iya Dokter Be, aku bercita-cita jadi Dokter setelah melihat kamu  bersimbah darah Be. Suatu saat aku ingin menjadi orang yang bisa memastikan kamu akan baik-baik saja, bukan hanya berdiri sepeti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa." Bintang membatin, ia tidak cukup percaya diri untuk mengatakan itu pada Be secara langsung.

"Kamu sendiri, apa cita-citamu?" tanya Bintang penasaran, iya walaupun ia dan Be telah lama berteman ia sebenarnya tidak tahu pasti tujuan Be kedapannya akan seperti apa.

"Aku tidak tahu." Be menggelengkan kepalanya. "Aku hanya punya keingininan membuat orang lain bahagia, hanya itu." Be menerawang langit-langit ruangan. Be kembali teringat kata-kata Papanya tadi tentang Panti Asuhan.

Pembicaraan Be dan Bintang terpotong, saat Zara memasuki ruangan.

Wajah Zara tampak panik, terlihat jelas dari langkahnya yang tergesa-gesa. "Tadi, Tante dengar Papa kamu datang ke sini ya?" tanya Zara.

"Iya Tan, Papa mampir sebentar. Tante kok ngos-ngosan. Tante kenapa?"

"Dia nggak ngelakuin hal-hal aneh kan Be? Kamu baik-baik saja?" Zara bergerak untuk mencek tubuh Be.

"Tante, Papa itu bukan monster." Be terkekeh.

"Syukurlah, pria gila itu masih sedikit waras." Zara selesai mencek kondisi tubuh Be.

"Dia bilang apa tadi sama kamu?" Zara masih khawatir dengan pertemuan Abang dan keponakannya tadi.

"Papa cuma nanya kabar Be, Tante udah ya jangan khawatir lagi." Be meraih tangan Zara.

"Baiklah."
....

Be sudah dibolehkan pulang dari Rumah Sakit. Tetapi begitu ia sampai di dalam rumah, ia kembali menemukan luka baru. Daryl memutuskan pindah ke LA, meninggalkan Be.

Bara sekertaris Daryl menyampaikan semua rincian biaya hidup yang telah dipersiapkan Daryl untuk Be sampai ia lulus kuliah, Be tidak akan kekurangan apapun meski Daryl tidak lagi di Indonesia.

"Aku nggak butuh semua ini, aku butuh Papa!" ucap Be, dingin.

"Saya hanya bertugas menyampaikan saja Be. Ini surat dari Bapak, saya letakkan di atas meja. Ke depannya saya akan mengatur semuanya dengan baik. Mohon kerjasamanya." Bara menundukkan kepalanya, pamit undur diri.

"Be." Zara mengepalkan tangannya.

"Tante akan menyusulnya ke LA, Tante akan menyeretnya segera ke Indonesia. Tunggu ya." Zara juga langsung bergegas keluar dari rumah.

Tubuh Be merosot ke lantai. "Mama, Papa jahatin Be lagi. Papa ninggalin Be, Ma." Be menangis, memeluk lututnya.

Be mengangkat kepalanya, saat ia merasakan ada sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya. Sesorang telah menyampirkan jaket di tubuhnya.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now