Sebuah Penyesalan

373 43 7
                                    

Happy Reading
...

Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar istilah perjodohan? 

Oke, kadang memang hubungan seperti ini bisa berjalan mulus sesuai harapan. Akan tetapi tidak semua pasangan yang dijodohkan mengalami hal seperti ini. Imam dan Adinda Misalnya.

Imam dan Adinda, adalah dua insan manusia yang memiliki banyak sekali perbedaan.

Imam berusia 30 tahun, sementara Adinda 23 tahun. Mereka jelas memikili perbedaan usia yang cukup jauh.

Karakter mereka juga sangat berbeda,  Imam cendrung kepada tipe lelaki sholeh, pekerja keras, pendiam, tidak neko-neko dan hidupnya bisa dibilang sangat tertata rapi.

Sementara Adinda, dia wanita yang sangat manja, hoby shoping, ngemal dan ke Salon. Dalam hal pertemanan dan lain sebagainya, Adinda juga mengambil jalan yang cukup bebas, termasuk dalam hal pacaran.

Lalu kenapa mereka bisa terlibat sebuah perjodohan? Sebuah alasan yang cukup klasik sebenarnya, karena peran orangtua yang ingin menikahkan bisnis mereka. Adinda dan Imam menjadi korban ambisi mereka.

Tentu Adinda sudah melakukan usaha perlawanan yang sangat keras, akan tetapi Adinda kalah. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, sementara Imam dia terlihat tidak begitu memusingkan perihal perjodohan itu. Karena semuanya ia percayakan saja kepada kedua orangtuanya.
..

"Kamu udah bangun?"

"Kalau masih tidur gak mungkin di sini, bego amat sih pertanyaannya." Respon Adinda terdengar sangat kasar, apalagi lawan bicaranya saat ini adalah suaminya.

"Nasigoreng lagi?" Adinda terlihat gusar.

"Karena ini harusnya tugas kamu, bukan tugas aku." jawab Imam dengan santai.

"Tugas aku? Aku menikah sama kamu bukan mau jadi babu ya! Di rumah Papa Mama aja aku gak pernah masak, terus situ siapa nyuruh-nyuruh?"

"Aku siapa? Suami kamu, suami yang harus kamu layani dan hormati." Imam menanggapi semua ocehan Adinda dengan santai.

"Au ah. Gak nafsu makan jadinya, aku berangkat."

Adinda beranjak dari kursi. Lalu, Imam menyodorkan tangannya untuk disalam Adinda.

"Apaan sih! Gak usah pake salim-salim segala." Adinda menepis tangan Imam, dan langsung pergi begitu saja.

Kiranya begitulah kisah perjalanan rumah tangga Imam dan Adinda. Hampa, dingin, diiringi dengan perdebatan yang tak kunjung usai. Sangat jauh dari gambaran rumah tangga yang harmonis.

Pihak yang lebih sering mengalah adalah Imam, jika mungkin lelaki lain yang berada di posisi Imam belum tentu mereka dapat bertahan.

Suami mana yang tahan ketika istrinya selalu marah-marah setiap hari, tidak pernah mau memasak, mencuci dan tidak mau mengerjakan  pekerjaan rumah lainnya, bahkan hanya untuk sekadar menyiapkan baju kerja Imam.

Adinda tidak memenuhi tanggungjawabnya sebagai seorang istri, sedikitpun. Imam adalah seorang lelaki yang telah memiliki istri, namun alur kehidupannya masih seperti pria lajang. Tidak ada perubahan berarti, justru kehidupannya setelah menikah terasa lebih rumit dan mencekam.

Titik yang paling parah adalah ketika sampai saat ini Adinda sama sekali tidak mau menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dalam hubungan biologis, Adinda berdalih jika ia tidak ingin memiliki anak. Imam dan Adinda bahkan tidur di kamar yang berbeda, tentu saja semua ini berkat paksaan dari seorang Adinda.

Adinda adalah gambaran istri yang durhaka, benar-benar sangat durhaka. Karena Adinda bukan bertingkah sampai di situ saja, hingga kini Adinda masih jalan dengan pacarnya tanpa sepengatahuan Imam, masih suka clubing bersama pacar dan sahabat-sahabatnya. Dan tentu saja pada siang hari Adinda akan mempergunakan waktunya untuk shoping, hang out, berfoya-foya menghabiskan uang Imam.
...

Kumpulan CerpenWo Geschichten leben. Entdecke jetzt