Memahami

275 42 3
                                    

Happy Reading
...

Apa yang kamu pikirkan soal pernikahan?

Saling mencintai? Memiliki putra-putri yang lucu? Teman hidup? Tempat terbaik untuk pulang? Menjalani hari-hari yang romantis? Menua bersama?

Kehidupan pernikahan bukanlah sebuah akhir, kisah yang sesungguhnya baru akan dimulai sejak memasuki gerbang pernikahan.

Dua insan manusia yang awalnya adalah dua orang yang asing satu sama lain, akan tinggal di bawah atap yang sama, berbagi banyak hal yang sebelumnya mungkin tidak pernah mereka alami, bekerjasama untuk menjaga keseimbangan biduk rumah tangga yang mereka layarkan di lautan kehidupan, bertahan dari terpaan ombak dan badai.

Pernikahan bisa dibilang seperti saat memakan permen yang rasanya manis, permen yang rasanya asam, permen yang rasanya pedas dan memakannya sekaligus dengan pil yang pahit. Semuanya bercampur, lalu menghasilkan rasa yang baru.
...

Ini kisah tentang Senja dan Jingga. Nama mereka terdengar sangat serasi, seolah semesta benar-benar merestui mereka sepenuhnya menjadi pasangan. Akankah kisah mereka juga begitu serasi?

"Mas,Bangun!" Senja berteriak dengan suara emasnya dari dapur.

"Bagaimana mungkin dulu aku mencintai lelaki pemalas itu! Ah aku benar-benar bisa gila!" Senja menggerutu sambil memotong motong wortel.

Di saat Senja tengah kerepotan dengan kegiatan memasaknya, tiba-tiba putranya Bumi menangis.

"Mas! Bumi nangis, aku sedang repot ini. Sebentar lagi Mama dan Papa akan datang, masih banyak yang harus aku masak." Senja kembali berteriak dari dapur, kebetulan jarak antara dapur dengan kamar mereka tidak terlalu jauh.

"Mas Jingga!" Senja kembali berteriak.

"Dia sebenarnya tidur atau pingsan sih!" Senja membanting wortel yang tengah ia genggam.

Senja berlari menuju kamarnya dengan Jingga.

"Mas Jingga!"

"Aish, kamu kenapa sih Ja dari tadi teriak-teriak, seperti ibu-ibu tua yang pemarah. Aku capek, baru tidur beberapa jam, mengertilah."

"Lalu aku tidak capek! Yang mau datang itu Mama Papa kamu, apa salahnya meringkan bebanku sedikit saja, kamu hanya perlu mengajak Bumi bermain. Apa kamu tau kalau aku tidak mempersiapkan masakan dengan benar Mamamu akan mengomel sepanjang hari!"

"Oh jadi kamu sudah berani ya menceritakan keburukan Ibu Mertuamu Ja, hebat-hebat! Dan dengarkan baik-baik, kamu yang seharusnya ngertiin aku Senja! Aku itu bekerja sampai 3 pagi, dan aku baru mendapatkan waktu tidurku beberapa jam, aku ngelakuin semua ini buat siapa? Buat kamu, dan Bumi. Lalu ini yang aku dapat ketika pulang ke rumah? Rumah ini bagaikan neraka!"

Jingga bangkit dari tempat tidur, mengambil jaket dan kunci motornya.

"Mau kemana kamu Mas!" Jingga tidak menghiraukan teriakan Senja, Jingga pergi keluar dari rumah.

Senja mendekap tubuh Bumi, putra sematawayangnya itu dengan erat, menumpahkan segala sesak yang berhimpit di dadanya.

"Bumi, apa Bunda salah? Bunda tahu Ayah juga pasti lelah, tapi kan Bunda juga lelah. Dulu, sewaktu Ayah dan Bunda belum menikah, Ayah tidak pernah membentak Bunda, dan Bunda tidak pernah mengomel dan memarahi Ayah, kami selalu bersikap lembut satu sama lain, saling pengertian. Kenapa setelah menikah, melakukan hal yang serupa seperti itu, sudah terasa begitu sulit."

Senja menangis sambil memeluk Bumi, si kecil Bumi yang belum mengerti apa-apa pun ikut menangis bersama Bundanya.
...

Meski harus melakukannya sendiri, memasak, membereskan rumah dan menggendong Bumi, Senja bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu. Begitu Mertua Senja tiba semuanya telah siap.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now