Mutiara

342 43 7
                                    

Happy Reading
...

Halo

Benar kata orang, tak kenal maka tak sayang. Lebih tepatnya mungkin tak kenal maka tak paham. Kalau begitu mari kita kenalan, namaku Muhammad Alif, usia 28 tahun.

Ini kisahku, dan juga keluargaku.

Aku yang sampai saat ini belum juga menikah, bukan karena tidak punya calon dan tidak berniat untuk segera menikah, bukan. Hanya saja selalu batal di tengah jalan,  dan alasannya selalu sama. Sebuah alasan yang membuatku semakin hari semakin frustasi.

Mari ikuti kisah hidupku, dan temukan alasan yang aku maksud.
...

"Alif, ayuk makan Nak." Terdengar suara panggilan Bunda dari luar kamar.

"Iya Bunda, bentar."

Dengan langkah malas, aku keluar dari dalam kamar. Sebenarnya makan bersama di meja makan adalah hal yang menjengkelkan untukku.

"Ayuk Bang, Bunda masakin masakan kesukaan kamu semua ini. Lihat."

Bunda menyambutku dengan ceria, semua makanan kesukaanku sudah terhidang di meja makan.

"Tumben Bun." Aku mengambil posisi duduk di samping Bunda.

"Hari ini kamu kan ulang tahun Bang, masa lupa sama hari ulang tahun sendiri sih."

"Ah iya, Alif lupa Bun. Udah terlalu tua soalnya, ulangtahun tidak sepenting itu lagi buat Alif."

Gadis menyebalkan itu terus menatapku dengan intes, membuatku merasa ingin mencongkel matanya. Beberapa tahun terakhir ini aku benar-benar sudah merasa sangat muak dengan gadis itu, sangat muak.

"Ngapain liat-liat!" Aku menggebrak meja.

"Apaan sih Bang, adeknya kok digituin. Kamu tau sendiri kan Ara gak bisa dibentak Nak. Liat dong, mukanya jadi pucat gitu."

Bunda langsung memeluk Mutiara, selalu begitu. Gadis bodoh dan idiot itu selalu menjadi prioritas Bunda, padahal kami sama-sama darah dagingnya.

Ya, alasan kenapa aku selalu batal menikah ya karena anak itu. Semua wanita yang dekatku segera menjauh begitu mengetahui aku memiliki seorang adik dengan kelaianan mental. Mereka jijik, ilfiel dan tidak mau menerima keberadaan Mutiara. Mutiara itu adikku satu-satunya, usia kami terpaut lima tahun, dia biasa dipanggil Ara.

Mutiara sebenarnya sewaktu kecil tidak seperti ini, kejiwaan Mutiara mulai terganggu setelah peristiwa naas yang menimpa dirinya dengan Almarhum Ayah. Mereka berada dalam mobil yang sama pada saat kecelakaan itu, Ayah meninggal dan Mutiara selamat.

Namun, peristiwa itu meninggalkan jejak pahit dalam diri Mutiara.  Kejiwaan Mutiara terganggu. Mutiara jadi kacau, layaknya seperti orang gila. Terkadang histeris, terkadang diam tak bergeming, terkadang ia juga berpotensi untuk mencelakai dirinya sendiri, keadaannya benar-benar sangat kacau.

Pada awalnya aku tidak terlalu mempersalahkan keadaan Adik sematawayangku itu, namun lambat laun kehadirannya selalu menjadi penghalang kisah percintaanku, yang bahkan menjadi penyebab utama kenapa aku belum juga menikah sampai saat ini.

Mutiara bagai batu sandungan untukku, aku juga lelah dan mulai muak dengan semua ini. Aku juga ingin seperti yang lain, menikah lalu memiliki anak, hidup berbahagia dengan keluarga kecilku.

"Aaa... " Lihatlah, dia kembali histeris dan menghancurkan barang-barang di sekitarnya.

"Abang bantuin Bunda."

Bunda terlihat panik, dan kewalahan untuk menenangkan kebrutalan Mutiara.

"Kan, Alif udah pernah bilang. Ara kita masukkan aja ke Rumah Sakit Jiwa Bunda, Alif gak kuat lagi harus menghadapi Ara. Alif capek."

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now