Tolong bersabar sedikit lagi. Setidaknya, sampai aku menemukan alasan untuk menyerah.
***Nayara tidak tahu, kenapa ia begitu marah pada sahabatnya, padahal tidak sepantasnya dirinya bersikap buruk pada Samia yang tak tahu apa-apa. Mood-nya beberapa hari ini sedang jelek, mungkin karena dirinya sedang datang bulan.
Badannya juga sudah mulai tidak enak sejak kemarin. Selain perutnya yang terasa sakit dari bangun tidur, ia juga merasa mual hingga ingin muntah. Yara memang selalu seperti ini, tapi sekarang rasanya paling parah.
Sherin sudah menyuruhnya untuk pergi ke UKS. Namun, ia abaikan dengan alasan tidak ingin ketinggalan pelajaran. Sampai waktu istirahat tiba, Yara memilih berdiam diri di kelas.
Yara melirik jam lewat ponselnya. Sherin belum kembali sejak sepuluh menit lalu, padahal ia sudah sangat lapar. Cewek itu meringis, memukul pelan perutnya, berharap rasa sakitnya akan sedikit berkurang.
Dirinya tidak mungkin memberi tahu Arsen karena pasti Danes akan datang dengan raut sok perhatiannya.
Derap langkah membuatnya bangun dari posisi menidurkan wajah. Yara langsung menyemprot sahabatnya. "Kenapa lama banget-" Cewek itu menghentikan ucapannya mengetahui siapa sosok yang berjalan mendekat. Yara kemudian melengos. Ternyata Sherin sama saja dengan sepupunya.
Danes menyimpan satu kresek kecil berisi roti, air mineral dan obat penghilang rasa sakit yang entah didapat dari mana. Cowok dengan kancing seragam terbuka itu duduk di sebelahnya.
"Ra-"
"Ngapain sih ke sini?" potong Yara cepat. Raut mukanya benar-benar tampak kesal.
"Lo katanya lagi sakit." Danes mengambil roti dan membuka bungkusnya, menyodorkan pada Yara yang kembali memalingkan muka.
Mengembuskan napas berat, Danes menyimpan roti tersebut di dekat tangan cewek itu yang berada di atas meja. Ia kemudian menatap ke depan kelas. Terkadang ia ingin menyerah, tapi dorongan lain dalam hatinya meminta untuk bertahan. Setidaknya sedikit lagi.
Sebenarnya sejak awal Danes tahu, kemungkinannya sangat kecil untuk Yara membalas perasaannya. Dilihat dari berbagai segi, mereka sangat berbeda dan berlawanan.
Danes tidak punya hal untuk dibanggakan seperti teman-temannya. Ia bukan berasal dari keluarga berada, mamanya bahkan sakit-sakitan hingga kerap keluar masuk rumah sakit.
Cowok itu juga bukan termasuk murid pintar. Orang-orang mengenalnya karena ia pandai berbicara lewat saluran radio. Kadang, Danes merasa insecure pada para sahabatnya. Contohnya saja Arsen yang memiliki segalanya. Tampan, kaya, pintar dan banyak yang menyukainya, termasuk Samia. Temannya itu tampak tergila-gila pada Arsen.
Lingga juga hampir sama dengan Arsen. Lalu ada Auriga yang merupakan putra pemilik beberapa restaurant. Cowok itu bahkan kerap bergonta-ganti pacar layaknya berganti pakaian.
Terakhir Aziel. Si anak OSIS yang beberapa kali memenangkan lomba menulis online. Sahabatanya yang satu itu berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya merupakan seorang guru SMP dan ibunya memiliki toko di sebuah pasar tradisional.
Danes kembali melirik Yara yang masih tak mau menatapnya. Ia kemudian bersuara, "Sherin gak salah. Gue tadi maksa nanyain elo. Kalau lo gak nyaman, gue pergi."
Cowok itu bangkit lalu mengusap kepala sang pujaan hati. "Cepet sembuh, Ra. Maaf kalau keberadaan gue malah bikin lo tambah sakit."
Danes berjalan keluar kelas, meninggalkannya yang tertegun. Yara mengarahkan tatapan pada roti di atas meja lalu menatap pintu kelas yang dilewati Danes. Ada perasaan asing dalam dadanya. Yara tak mengerti dan itu membuatnya tidak suka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nayara's Two Wishes ✔️
Teen FictionNayara Prameswari sangat membenci Arshaka Daneswara. Baginya, Danes adalah spesies cowok menyebalkan yang terus mengganggunya. Nayara memiliki dua keinginan yang senantiasa ia panjatkan dalam doa. Pertama, menjadi pacar Ghafi, si kakak kelas yang me...