18- Hujan dan Duka

142 34 22
                                    

Semua memang terlalu terlambat untuk diperbaiki
***

Rasanya seperti di sambar petir saat mendengar berita buruk mengenai mama Danes. Tubuh Yara terasa lemas seketika, padahal ia tidak pernah tahu wajah wanita yang telah melahirkan lelaki itu. Namun, ia ingat kalau Danes pernah mengajak berkunjung, katanya calon mama mertua ingin bertemu.

Saat itu, Yara hanya melengos mendengar candaan Danes, tapi mengingatnya sekarang malah membuat dadanya terasa sesak.

Setelah mematikan sambungan, Yara segera menarik kardigan dan pasmina dari lemari, memakainya dengan tergesa-gesa. Saking paniknya, ia bahkan hampir meninggalkan dompet serta ponselnya.

Setelah pamit pada sang mama, Yara segera memesan grab. Ia sempat kesal karena sudah menemukan kendaraan online yang mau mengantarnya saat hujan seperti ini. Yara sedang dikejar waktu dan ingin segera bertemu dengan Danes untuk melihat kondisinya.

Butuh waktu setengah jam sampai berada di rumah cowok itu. Turun dari mobil, ia melihat bendera kuning yang diikat pada pagar besi. Yara segera memasuki rumah bergaya sederhana tersebut, melewati beberapa teman sekolah yang dikenalinya.

Langkah Yara terhenti mendapati sosok tak asing yang tengah duduk bersandar pada tembok. Danes tak menangis, hanya diam sembari memandangi jenazah mamanya yang sudah tertutupi kain. Tatapan cowok itu tampak kosong. Melihatnya, hati Yara terasa ngilu.

Danes yang dikenalinya adalah sosok ceria dan menyebalkan. Meskipun dalam tahap proses menjauhinya, Yara masih kerap melihat cowok itu bercanda dengan teman-temannya. Kenyataannya Danes memang hanya berubah jutek padanya.

"Puas, kan, lo sekarang?"

Yara menoleh ke asal suara. Didapatinya Auriga yang sudah berdiri di dekatnya. Tatapan tak suka dilayangkan padanya. Yara hendak bersuara, tapi sahabat sepupunya itu sudah melengos membuatnya kembali mengatupkan bibir.

Ia cukup tersinggung dengan tuduhan tersebut. Yara memang sempat kesal pada Danes. Namun, ia tak pernah sedikitpun menginginkan cowok itu menderita seperti ini. 

Ingin sekali Yara mendekat, memberikan bahunya sebagai tempat bersandar. Akan tetapi, kakinya terasa kaku, bahkan untuk sekadar mengucapkan bela sungkawa sekalipun, ia tak mampu.

"Lo dateng?"

Yara hanya berdehem mengetahui siapa sang pemilik suara tanpa harus menoleh.

"Mau nyamperin Danes?" Arsen kembali bertanya. Ia tahu, sepupunya tampak ingin mendekat, tapi keberadaan perempuan lain di dekat Danes sepertinya menjadi alasan Yara tetap diam di tempat.

Terdengar tarikan napas sebelum Yara menjawab dengan nada tercekat, "Enggak."

"Kenapa? Mungkin dengan kedat-"

"Cen!" potong Yara menggeleng. "Lo tau sendiri hubungan kita kayak gimana. Bukan gue yang dia butuhin sekarang."

Yara tidak menyangka mengatakan hal ini akan membuat hatinya begitu sakit. Ia ingin berada di posisi cewek itu. Menggenggam tangan Danes untuk memberi kekuatan. Menyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.

Saat kembali mengarahkan pandangan, Yara dibuat tertegun. Danes tak sengaja menatap ke arahnya. Hanya sebentar karena cowok itu langsung membuang muka.

Lo gak baik-baik aja, Nes. Batin Yara melihat luka menganga di mata Danes yang tampak berusaha keras menyembunyikannya.

Harusnya lo nangis aja. Keluarin rasa sakit lo. Yara hendak melangkah mendekat karena tak tahan melihat keadaan cowok itu. Namun, seseorang menghalanginya. Samia berdiri di depannya dengan tatapan penuh peringatan.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang