34- Sebuah Syarat (Tamat)

283 34 7
                                    

Cewek itu menatap ke depan kelas di mana sang guru sedang menjelaskan materi Biologi. Ia kemudian mengarahkan pandangan ke luar jendela. Beberapa siswa melintas melewati ruangan. Kebetulan bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar lima menit lalu, tapi kegiatan pembelajaran masih belum menandakan akan berakhir.

Nayara menatap cukup lama ke arah luar. Tepatnya pada sosok Danes yang berdiri di depan kelasnya. Ia jadi teringat ucapan cowok itu saat jam istirahat tadi.

Perasaan Yara menjadi tak menentu. Perkiraannya Danes tidak serius, ternyata ia salah.

Merasakan seseorang menyenggol bahunya, Yara menoleh pada Sherin yang sempat ikut mengarahkan pandangan ke luar jendela. Kernyitan di dahi tampak di wajahnya.

"Jadi, kalian beneran udah baikan?"

Yara memberikan gelengan. Sejak melihat kedatangannya ke kantin yang diantar Danes, cewek itu terus saja menanyakan hubungan mereka.

"Udah gue bilang, kan? Kita bahkan nggak bahas apa-apa tadi." Yara menutup buku paket mendengar sang guru menutup kegiatan pembelajaran lalu memasukan semua alat tulis ke tas, begitupun Sherin.

Selepas berdoa, Bu Nina meninggalkan kelas disusul para siswa. Sherin bangkit lebih dulu dan memberikan tepukan pada bahu sahabatnya yang malah melamun.

"Gue duluan, ya. Semoga masalah kalian selesai hari ini."

Yara mengangguk tanpa bersuara. Ia menyantolkan tasnya dan melangkah dengan penuh keragu-raguan. Sempat berhenti di dekat pintu, cewek itu menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan.

Danes langsung mendekat melihatnya keluar ruangan. Keduanya sempat saling memandang. Aroma kecanggungan tiba-tiba menyergap.

"Kita bicara di kantin aja gimana?" tanya Danes memecah keheningan. Kebetulan sebagian pedagang di kantin baru tutup sekitar jam tiga nanti.

"Hm ... oke."

"Ya udah, yuk!"

Mereka akhirnya berjalan beriringan dengan bibir saling terkunci rapat. Jujur saja, momen seperti ini mengingatkannya pada kejadian dulu saat Danes sering mengikutinya walau sudah diusir. Cowok itu terus saja mengajak bicara walau selalu ia abaikan.

Diam-diam, Yara melirik sosok di sebelahnya yang berjalan dengan tatapan lurus ke depan. Bibirnya terasa gatal ingin meminta Danes bicara. Yara rindu mendengar celotehannya. Rindu dengan raut ceria Danes yang terlihat tanpa beban meski sebenarnya hanya topeng.

Sekarang, cowok itu tampak sangat berbeda. Terasa asing. Walaupun keadaannya sudah membaik dan sudah bisa tersenyum kembali. Yara tetap merasa kurang ketika tak mendapati senyuman itu untuk dirinya. Danes kini berada di dekatnya, tapi seperti memasang dinding yang tinggi hingga Yara merasa tak mampu menjangkaunya.

Sesampainya di tempat tujuan, Yara sempat tertegun melihat Danes menarik satu buah kursi, mempersilahkannya duduk. Ragu, ia mendudukan diri di sana.

"Mau pesen apa?"

Nada suara yang terdengar lembut itu membuat Yara mendongak. Danes yang masih berdiri di sebelahnya tengah menunduk, menatap dalam ke matanya. Cewek itu menahan napas, berusaha menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.

"Ra?"

Nyata mengerjap lalu berdeham karena tiba-tiba merasa salah tingkah. "Nggak, gue nggak lapar."

Danes mengangguk kemudian memutar tubuhnya untuk memesan sesuatu. Yara sendiri hanya memperhatikan pergerakan hingga beberapa menit berlalu. Cowok itu berbalik membawa dua gelas minuman.

Danes berjalan mendekat dan menyimpan thai grean tea ke hadapannya. Ia sendiri memesan cappucino.

"Makasih." Yara bergumam.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang