Waktu berlalu begitu cepat. Anak kelas dua belas sudah melewati masa Ujian Sekolah dan kelulusan, tersisa acara perpisahan yang dilaksanakan hari ini.
Semua panitia tampak sibuk karena acara inti sedang berjalan, bahkan sebentar lagi akan selesai, tersisa hiburan.
Murid kelas dua belas terlihat berbeda. Para siswi mengenakan kebaya disertai make up yang membuat mereka tampak seperti orang berbeda, begitupun para siswa meski hanya mengenakan pakaian batik, mereka terlihat dewasa dari biasanya.
Tiga bulan telah berlalu. Namun, ada yang tidak berubah sedikit pun, yaitu hubungan Yara dan Danes.
Kejadian Danes masuk rumah sakit adalah kali terakhir Yara berurusan dengan cowok itu. Berat rasanya harus berhenti, tapi mau bagaimana lagi? Ia tak mungkin memaksakan diri dan membuat Danes jengah dengan sikapnya.
Setidaknya, ia lega karena sekeluarnya dari rumah sakit, hubungan Danes dengan keluarga Ghafi membaik, bahkan mereka kini tinggal bersama.
Sampai saat ini, Yara masih selalu mendengar tentang Danes dari kakak kelasnya meski tak pernah sekalipun ia bertanya mengenai kisah romansa cowok itu dengan Ilona. Yara memilih menulikan telinga daripada harus sakit hati. Melihat keduanya kerap bersama di sekolah saja sudah cukup membuatnya terluka.
"Jangan ngelamun!"
Yara terkesiap merasakan seseorang mengusap wajahnya. Menoleh, didapatinya Ghafi yang sudah berdiri di dekatnya sebelum kemudian ia mendudukan diri di kursi kosong sebelah Yara.
"Kak Ghafi kenapa ke sini?" tanya Yara melihat beberapa wali murid mulai beranjak dari tempat mereka berada. Kebetulan para orang tua biasanya memilih pulang setelah acara inti selesai. Pukul satu nanti akan dilanjutkan dengan acara hiburan.
"Ya mau nyamperin kamu." Ghafi menyerahkan bunga yang didapatnya pada Yara. "Kak Ghafi tuh kasian tau liat kamu ngejomlo sendirian."
Cewek itu sempat mengernyit sebelum kemudian menerima setangkai bunga dari kakak kelasnya. "Emang keliatan mengenaskan banget, ya?"
Awalnya, ia duduk bersama Sherin dan pacarnya, tapi mereka pamit untuk pergi ke kantin, tersisa dirinya karena teman sekelasnya yang lain entah ke mana.
Ghafi mengangguk lalu melambaikan tangan pada wanita paruh baya yang sedang berbicara dengan seseorang.
Mengikuti arah pandang cowok itu, ia dibuat tertegun. Tante Mirna dan Danes tengah berdiri tak jauh darinya. Mirna berjalan mendekat diikuti Danes yang tampak ragu mengikuti tarikan mamanya.
"Halo, Cantik!" sapa Mirna mencium pipinya bergantian.
"Ha-halo juga, Tante!" Yara membalas sapaan tersebut dengan canggung. Lehernya terasa kaku untuk sekedar menoleh ke arah Danes yang tak bersuara.
"Gimana kabar kamu?"
"Baik, Tante sendiri gimana kabarnya?" tanyanya balik.
Mirna beralih menggenggam tangannya. "Alhamdulillah baik banget. Oh iya, kapan-kapan main ya ke rumah, nanti biar Ghafi yang jemput, eh atau sama kamu aja ya, Ka?" Wanita itu menatap putra bungsunya yang tergagu. "Ghafi, kan, udah lulus. Jadi, nanti biar kamu sama Shaka aja."
Kamu sama Shaka.
Ini kenapa Yara jadi mengartikan hal yang berbeda, sih?
"Ya Ka, ya?" ulang Mirna karena tak kunjung mendapat jawaban. Danes yang melihat Ghafi tersenyum puas hampir melengos, tapi ia menahan diri di depan mamanya.
"Iya, Ma. Kalau sempet," ujarnya tercekat.
"Gitu dong!" Mirna tampak begitu senang karena dirinya tidak memiliki anak perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nayara's Two Wishes ✔️
Teen FictionNayara Prameswari sangat membenci Arshaka Daneswara. Baginya, Danes adalah spesies cowok menyebalkan yang terus mengganggunya. Nayara memiliki dua keinginan yang senantiasa ia panjatkan dalam doa. Pertama, menjadi pacar Ghafi, si kakak kelas yang me...