Sejak kemarin, Nayara terus memikirkan sikap aneh Danes yang tiba-tiba datang dan memeluknya cukup lama. Cowok itu menangis. Ia yakin setelah melihat seragam di area bahunya basah. Namun, karena hal apa?Danes bukan tipikal orang yang akan mengeluarkan air mata begitu saja, apalagi di depan orang-orang.
Nayara berdecak lalu menggeleng cepat. Lagipula, untuk apa dirinya memikirkan cowok itu?
Nyatanya ia malah menghentikan langkah, pikirannya tetap tertuju pada kejadian kemarin. Pasti karena Nayara telah melakukan hal bodoh, yaitu membiarkan Danes memeluknya begitu saja.Cewek itu memicingkan mata mendapati sosok tak asing sedang tertawa di pinggir lapangan. Danes di sana duduk berselonjor diapit oleh Auriga dan Ilona. Tampak mengobrol sembari sesekali menatap ke arah lapangan, menunggu bel masuk untuk kemudian mengikuti mata pelajaran olah raga.
Ternyata Yara telah melakukan hal sia-sia. Orang yang dipikirkannya sejak kemarin malah tampak baik-baik saja. Jadi, apakah Danes hanya pura-pura untuk mendapat pelukannya?
Yara segera membuang muka ketika mata mereka tak sengaja bersirobok. Siapa sangka, secepat kilat cowok itu sudah berdiri di depannya, tepatnya menghalangi langkah Yara yang baru saja dari koperasi membeli pulpen.
"Minggir!" Yara mengambil jalan kosong di sebelahnya, tapi Danes dengan cekatan menghalangi.
Cowok itu tersenyum, memandanginya lamat. Yara hendak membuka suara ketika Danes mendahuluinya. "Thanks ya?"
Mengerjap, ia merasakan sesuatu dalam dadanya berdesir hangat. Yara tiba-tiba saja dibuat membeku melihat senyuman manis serta tatapan hangat cowok di depannya.
Danes merendahkan tubuhnya sehingga wajah mereka sejajar. Cowok itu kemudian memberikan tipuan hingga harum permen mint tercium. "Ngedip, Ra. Gue emang seganteng itu."
Sontak Yara melotot. Dalam hati mengumpati kebodohannya karena malah terhipnotis. Sial!
Danes tertawa melihat raut salah tingkahnya. Ia memberi tepukan di wajah Yara yang memerah. "Permaisurinya gue lucu."
Yara hendak memukul tangan lancang itu, tapi Danes sudah terlebih dahulu menghindar dan berlari ke lapangan.
"Cieee Yara!"
"Kiw, yang pagi-pagi udah pacaran!"
Cewek itu menoleh, tak jauh darinya beberapa teman seangkatan sudah memberikan tatapan menggoda. Huh, menyebalkan!
"Apa sih?" sinisnya lalu berjalan cepat setelah menghentakan kakinya kesal. Seharusnya Yara tak pernah menganggap serius cowok itu. Ia menyesal sempat mengha- ah tidak. Yara hanya merasa penasaran perihal mata merah dan seragam basahnya, tidak lebih.
***Yara sedang fokus mengerjakan tugas menulis cerpen. Kebetulan Bu Arum selaku guru bahasa Indonesianya sedang pamit ke kantor. Katanya ada keperluan dan akan kembali saat jam pelajaran berakhir.
Sherin sudah menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu, berbeda dengan Yara yang merasa otaknya buntu.
"Ra, anterin ke toilet yuk!" ajak cewek itu.
"Bentar, satu paragraf lagi." Yara kembali menulis kalimat yang sekiranya pas untuk bagian penutup. Setelah menyelesaikan karyanya, ia merentangkan tangan untuk merenggangkan ototnya.
"Kumpulin dulu bukunya. Elo, kan suka lama," sindir Yara yang hanya dibalas cengengesan oleh teman sebangkunya.
Mereka sempat menyimpan buku di meja guru, tak lupa menitipkan juga pada ketua kelas agar tak tertinggal. Sampai toilet, Yara menunggu di dekat wastafel. Mencuci tangannya yang terkena tinta.
YOU ARE READING
Nayara's Two Wishes ✔️
Teen FictionNayara Prameswari sangat membenci Arshaka Daneswara. Baginya, Danes adalah spesies cowok menyebalkan yang terus mengganggunya. Nayara memiliki dua keinginan yang senantiasa ia panjatkan dalam doa. Pertama, menjadi pacar Ghafi, si kakak kelas yang me...