23- Elegi

189 41 29
                                    

Tak ada yang baik-baik saja dari sebuah kehilangan
***

Pada akhirnya Danes memegang ucapannya sendiri untuk tidak mengantar Yara. Ia memilih memaksa Samia dan meninggalkan cewek itu yang terkahir ia lihat lewat kaca spion dihampiri Gio.

Sejujurnya apa yang ia lakukan bukan hanya perihal membenci karena pernah tertolak. Tidak. Danes tidak sepicik itu meski terkadang sifat childishnya muncul.

Ada sebab lain yang tak bisa ia jelaskan pada orang-orang selain karena sikap Yara yang terkesan em mempermainkan perasaannya?

Dulu, cewek itu menyuruhnya berhenti sembari memohon, seolah Danes adalah penjahat yang sewaktu-waktu akan membunuhnya. Namun, setelah berusaha keras mengubur perasaannya, Yara malah terus mendekat, seperti menawarkan harapan.

Akan tetapi, Danes sudah lelah. Hidupnya kini berantakan, tak sanggup untuk mencoba hal yang tak memiliki akhir pasti. Ujungnya ia hanya akan kembali terluka saat dukanya kehilangan masih amat menyiksa.

Danes mungkin terlihat normal di permukaan. Tidak dengan hatinya yang selalu meraung. Tak ada yang baik-baik saja setelah ditinggalkan oleh orang yang dikasihinya dan lebih tidak baik lagi harus hidup sebatang kara.

Andai orang-orang tahu, Danes sudah tidak punya tujuan. Dulu, ia masih memiliki ibu sehingga kesulitan apa pun dihadapinya demi membahagiakan wanita itu. Sekarang, mati pun tidak akan ada yang merasa rugi, bahkan mungkin kepergiannya berhasil mengurangi beban bagi orang lain.

Bukan tidak pernah pikiran kotor itu terlintas di benaknya. Keinginan untuk mengakhiri semuanya kerap datang saat Danes sendirian tengah malam.

Ia ingin pergi saja dari dunia yang kejam ini. Namun, jika Danes mengikuti bisikan itu, ibunya pasti akan sedih dan lebih menakutkan lagi- mungkin dirinya tidak akan bisa bertemu sang ibu di surga. Makanya, Danes berusaha keras untuk tetap waras.

Ia hanya bisa berharap kematian segera menghampirinya tanpa harus dirinya berbuat dosa.

"Nes!"

Danes mendongak mendapati seseorang mengangsurkan sebotol minuman. Ilona berdiri di depannya disertai senyum hangat yang terpatri di bibir mungilnya.

"Riga bilang, hari ini mulai kerja ya?" tanya cewek itu yang kini mendudukan diri di sebelahnya. Saat ini, mereka sedang berada di dekat lapangan utama, tepatnya duduk di kursi semen yang dinaungi pohon rindang. Di hadapan mereka, beberapa siswa tengah bermain bola sembari menunggu waktu istirahat berakhir.

Anggukan kecil Danes berikan. Setelah meminta bantuan Auriga, akhirnya ia diizinkan kerja di kedai milik kakak ipar sahabatnya. Setidaknya Danes butuh uang untuk kebutuhan hidupnya.

Sebenarnya Ghafi dan mamanya beberapa kali mengajaknya tinggal bersama, tapi Danes tolak mentah-mentah. Ia tidak ingin ada hubungan dengan mereka lagi. Melihat keduanya selalu mengingatkan Danes pada luka yang ditorehkan ayahnya. Intinya, ia masih begitu kesulitan memaafkan dan mengikhlaskan semua yang terjadi.

"Ilo!"

Ilona yang tengah melihat ke arah lapangan, di mana teman-teman sekelasnya berada menoleh. "Iya, Nes?"

"Lo pernah bilang kalau gue boleh datang saat butuh bantuan, 'kan?" tanya cowok itu memastikan bahwa temannya masih bersedia membantu.

Cewek di sebelahnya mengangguk.

"Bantu gue buat bikin dia ngejauh." Permintaan tersebut disambut dengan beliakkan mata.

"Nes-"

"Please, Ilona." Danes menatap penuh permohonan dan sayangnya Ilona tak pernah mampu menolak permintaan cowok itu sejak dulu.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang