10. Provokasi Jati

321 83 46
                                    

Voment yaw^^

Janetha terbangun dengan ringisan lirih karena masih tersisa nyeri di ulu hatinya. Dia menekan daerah rusuknya saat berusaha berdiri. Ditamatinya sekitar, kosong, hanya dirinya seorang.

Memori Janetha memutar ulang kejadian dini hari tadi. Rasanya seperti bukan mimpi, Byantara ada bersamanya. Tapi sekarang, pria dingin itu jelas tidak ada disana. Mana mungkin pula Byantara si anti Janetha itu datang ke apartemen pagi-pagi buta hanya deminya.

Saat mencoba turun dari ranjang, Janetha perlu sedikit perjuangan. Sejak beberapa hari terakhir, dia sudah dapat meramal keadaan seperti ini akan kembali terjadi. Setelah beberapa kali merasakan gejala nyeri di dada kirinya, Janetha hanya mengatasinya dengan mencoba membuat segalanya terasa baik-baik saja. Sayangnya, penyakitnya, bukan hal yang bisa diatasi dengan cara seperti itu.

Ketika alam bawah sadarnya terusik, seberusaha apapun dirinya mengabaikan, pasti akan mengeluarkan dampak seperti semalam. Napasnya menyesak tiba-tiba, keringat dinginnya bercucuran seperti aliran sungai di tubuhnya, kesemutan di berbagai tempat, juga nyeri tak tertahan di ulu hati dingga rusuk belakangnya.

Lagi, Janetha bisa merasakan takutnya menghadapi kematian. Terduduk sebentar, Jenetha mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mengambil tasnya yang seingatnya berceceran di karpet karena kekalutannya mencari obat. Dan sekarang, benda itu sudah ada di meja kerja Byantara, di samping ponselnya.

Suata ketukan pintu kamar terdengar, meski tanpa sahutan tetap terbuka menampakan sosok Byantara yang membawa nampan yang diletaki semangkuk bubur dan air mineral. Gagal Janetha berdiri, keterkejutan menguasai.

"Abang?"

"Gimana? Masih sakit?"

"Kok disini?"

"Dijawab, bukan malah nanya."

Janetha mengerjap menatapi pergerakan Byantara yang menarik meja lipat di bawah lemarinya dan memastikan benda itu berdiri benar di atas karpet dan meletakkan nampan itu di atasnya.

"Masih sakit ya?" Byantara bisa melihat tangan Janetha yang terus terlipat di perutnya, "Habis makan saya siapkan hot pack, nanti di kompres pakai itu. Kali aja berkurang."

Kebingungan Janetha masih membuatnya bungkam. Berarti benar, semalam itu Byantara betulan.

"Tha, beneran nelpon Abang ya?"

"Iya."

"Terus??"

Sudut alis kiri Byantara menukik, "Makan dulu. Udah siang ini."

"Siang?!" Janetha menerima ponselnya dari Byantara, "Hah?!! Jam sebelas?!"

Byantara memang tahu efek obat yang dikonsumsi Janetha, jadi dia sengaja tidak membangunkan wanita itu. Jadipun dia punya kesempatan mencari makanan sebelum Janetha bangun.

"Sarapan, habis itu minum obat nyerinya."

"Gak ngampus dong?"

"Kayak kuat aja mau ngampus segala. Mau ketemu siapa sih?!"

Janetha mengerucutkan bibir sebal mendengar sinisnya suara pria itu.

"Mau ketemu Bang Byan dong. Siapa lagi? Baekhyun Oppa kan gak bisa di gapai ke Korea, jadi yang KWnya aja gak apa-apa, anda misalnya." Janetha berlagak tersenyum menyebalkan, "Tapi ternyata udah disini."

"Makan." Jawab Byantara tanpa menanggapi.

Janetha menurut, menyuapkan sendok demi sendok sampai mangkuk itu kosong dan meneguk beberapa kali air mineral. Sementara itu, Byantara mengambil tas Janetha, mencari obat yang dia maksudkan dan memberikannya pada wanita di hadapannya.

Cover - CompleteWhere stories live. Discover now