21. Backstreet

178 49 7
                                    

Voment ya^^

Janetha tidak tahu, apa kesempatan yang diberikannya pada Byantara telah merubah status hubungan mereka menjadi lebih resmi dari sekedar antar tetangga atau dosen dengan mahasiswanya saja. Tapi yang jelas, pria kurang ekspresi itu memang menunjukan sikap lebih agresif di mata Janetha. Agresif yang Janetha maksud bukan merujuk pada hal-hal mesum, tapi letaknya ada pada sikap pria itu yang tidak seperti dulu. Terkesan mencoba lebih menunjukan perhatian dan berani mendekat seolah ingin Janetha tahu bahwa usahanya bukan main-main.

Perihal Wafda yang sudah tahu ceritanya, sahabat biang gosip Janetha itu cukup bisa diajak kerjasama meskipun terkadang tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda Janetha saat radarnya menangkap keberadaan dosen galak mereka itu. Setidaknya, Wafda tidak membocorkan rahasianya ini pada Sabit dan Ghina karena ketidak siapan Janetha pada respon keduanya. Lagipula, Janetha masih dalam tahap adaptasi pada dirinya sendiri yang mencoba menerima perasaan Byantara. Dia hanya ingin meminimalisir resiko buruk andai kata ada yang tidak berhasil. Baik untuknya ataupun untuk Byantara.

Tiba saat kelas dimulai pagi ini, Janetha dibuat Wafda mati kutu karena godaannya. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena ini waktunya Byantara mengisi kelas mata kuliahnya. Pria itu bahkan tidak ragu menatapnya dari depan seolah memberi sapaan yang membuat Janetha sesak napas.

Sialnya bagi Janetha, ini adalah waktu dimana kelompoknya harus maju berpresentasi. Di sebelahnya, Ghina membaca ulang makalah, Sabit mempersiapkan LCD presentasi, Wafda dan dirinya membagi copyan materi pada teman-temannya.

Seperti biasa, Byantara saat kelas pagi selalu memberikan nuansa segar pada mata terutama bagi kaum hawa. Bahkan Janetha bisa mendengar pujian-pujian genit senior yang mengulang kelas di belakangnya. Tapi memang benar, bahkan sebelum terperangkap dalam kisah romansa rumit ini, Janetha tidak mengelak bahwa Byantara di pagi hari adalah pemandandangan yang terbaik di Universitas Cita Bangsa.

Masalahnya, ini bukan waktu yang tepat bagi Janetha untuk menikmati wajah paripurna Byantara. Dia harus presentasi dan mengerti isi makalah observasinya. Memang Janetha sudah paham, tapi jika di hadapkan pada posisi ini, Janetha bisa melupakan apa yang harus dipresentasikannya di depan kelas.

"Pucet amat, darah rendah lo?" Ejek Sabit terkekeh.

Alih-alih menatap Sabit, mata Janetha justru berkhinat menatap Byantara yang nampak sibuk mengoreksi makalah kelompok mereka. Pria itu tidak menoleh barang sebentar. Membuat Janetha agak sebal.

"Udah sarapan?" Tanya Ghina pada Janetha.

"Mana sempet. Gue sampai sini sebelum masuk aja udah Alhamdulillah."

"Gincuan sono."

"Gak bawa juga."

"Lagian pakai telat bangun segala. Mikirin siapa sih, hmm?" Ejek Wafda menjulurkan lidah.

"Mau presentasi atau bercanda?" Tegur Byantara menatap dingin keempat manusia di depan papan tulis itu.

"Presentasi, Pak." Jawab keempatnya bersamaan.

"Udah ngobrolnya? Kalau belum biar kelompok lainnya duluㅡ"

"EIIII!!!" Sorak riuh protes para manusia seisi kelas karena merasa terancam.

"Buruan mulai woii!" Seru Doni mengejek.

Seperti biasa, Byantara dan kalimat-kalimatnya selalu menusuk meskipun tersuarakan dengan pelan dan tenang.

"Kami mulai ya, Pak."

Byantara mengangguk, lalu melangkah ke arah belakang, memakai kacamatanya dan bersandar pada dinding menyimak presentasi. Pria itu memberikan waktu pada kelompok di depan untuk menjelaskan hasil observasinya secara rinci sembari mengoreksi apa saja yang perlu di tambahkan sebagai revisian. Sebenarnya Byantara bisa melihat bahwa Janetha menunjukan sikap gugup berlebihan. Jadi dia tidak mau terlalu memberikan atensi pada Janetha meski matanya ingin tertuju pada wanita itu. Masalahnya, akan sangat berbahaya jika Janetha kambuh karena panic attack dan anxiety itu mudah muncul disaat pengidapnya dalam keadaan tertekan.

Cover - CompleteWhere stories live. Discover now