24. Dan Lagi

216 52 3
                                    

Sepulang dari puncak pagi tadi, Janetha masih tidak bisa tidur. Sekarang pukul sebelas siang yang itu berarti, sudah hampir setengah hari dirinya dibuat Byantara kelimpungan. Ajakan menikah dari Byantara seperti kembang api yang tidak berhenti meletup di dada dan kepala Janetha sampai rasanya mau pecah ran meledak.

Janetha bingung harus menjawab apa. Belum pulih atas rasa kacaunya karena impulsif mencium bibir Byantara, dia malah dihadapkan dengan kalimat lamaran tiba-tiba. Bodohnya, Janetha tidak bisa mengucapkan jawaban penerimaan atau penolakan. Jika sudah begini, artinya dia sedang menggantungkan Byantara meskipun pria itu memberikannya waktu hingga paling tidak minggu depan.

Sprai dan bantal Byantara di kamar itu menjadi saksi betapa frustasi Janetha. Mereka menjadi korban kebrutalan Janetha yang butuh akal sehatnya kembali. Entah sudah berapa kali Janetha menahan teriakannya. Andai tidak ingat Byantara pernah berkata jika apartemennya tidak seratus persen kedap suara, mungkin Janetha sudah menyalakan musik keras-keras sampai dindingnya retak-retak.

Janetha mengambil guling yang dapat dijangkaunya dan menutup kepalanya sebelum berteriak, "BYANTARA GILAAAAAA!!!"

Wanita itu menatap ponselnya yang berkelip menandakan ada panggilan masuk. Dia sengaja tidak mengaktifkan mode dering karena tidak mau diganggu. Tapi ini sudah ke tiga kali Ghina menghubunginya setelah Wafda dan Sabit. Merasa mendadak cemas ada yang tidak beres, Janethapun menerimanya.

"Hah?!"

"Wow, santai, Bu! Belum salam udah dijenggong aja gue."

"Berisik, Monyet! Apaan?! Gak penting gue banting lo, Ghin!"

Tawa Ghina pecah, begitupun milik Sabit dan Wafda yang sepertinya mendengarkan lewat spiker.

"Tuh kan gue bilang apa. Nih nenek sihir butuh refreshing. Lihat aja, ngamuk-ngamuk mulu." Ujar Sabit terdengar agak jauh. "Jalan, kuy!"

"Ngamuknya bukan karena gak refresing. Tapi lo berdua yang sekarang ganggu refresingnya dia, Tolol." Sahut Wafda jelas mengejek, "Ya gak, J?!"

"Jalan yuk, J! Gue udah di rumah Sabit nih!" Ajak Ghina semangat.

"Males, capek!"

"Capek ngapain sih?! Lo di kosan juga rebahan doang ini." Bantah Sabit jengah, "Tulang lo ntar keropos kalau jarang di pakai. Otak lo kan udah duluanㅡ"

"Sialan!" Maki Janetha kesal. "Gue belum merem sama sekali, Anjir."

"Gila lo, J! Main lo jauh banget!" Seru Wafda kompor.

"Diem lo!"

"Gue gak bohong, Sa! Nih paku payung berdua pasti punya rahasia yang gak kita tau!" Kata Ghina makin curiga, "Emang biadab. Dah lah, males sama pengkhianatㅡ"

"Rahasia apa sih, Anying!"

"Tau nih!" Jawab Janetha menahan intonasi suara paniknya, dia bangkit dan mengatur napas sebelum kembali bersuara, "Lo dari kemarin nuduh-nuduh mulu!"

"Ya lo berdua yang mencurigakan!"

Wafda tertawa di seberang, "Lo yang kepoan! Rusuh banget sama urusan orang."

"Rahasia apaan?!" Timpal Sabit ikut penasaran.

"Meneketehe!" Jawab Wafda seadanya, "Tanya aja nih kembaran Kim Hot! Dasar julid! ARGHHHHHㅡGhina, ANJ! LEPAS GAK!!!"

Janetha menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar teriakan erangan Wafda.

"Janetha bangke! Kesini gak lo! Ghina kesurupan!!!" Wafda masih mengerang kesakitan, "Sabit goblok, bantuin woi! Rambut gue rontok, Ghina SETAN!!"

Cover - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang