18. Dimulai

204 58 6
                                    

Voment ya^^

Setelah kelas Pengantar Bisnis, Janetha dan tiga pengikutnya memilih gazebo fakultas sebagai tempat untuk rehat sejenak. Sekarang sudah jam dua belas siang, masih ada satu kelas lagi yang dimulai pukul setengah dua sebelum mereka bisa bebas dan pulang. Setelah membeli beberapa camilan dan minuman, Ghina memilih membuka laptop untuk menyalin file presentasi mata kuliah lainnya esok hari. Sementara Wafda dan Sabit sibuk membicarakan jadwal futsal antar jurusan, tidak ada yang sadar bahwa Janetha terhanyut dalam ruang pengap pikirannya sendirian.

Wanita itu menatap jauh pada pintu ruang dosen yang berada kurang lebih empat puluh meter dari tempatnya duduk sekarang. Lain dengan matanya yang menatap objek disana, pikirannya sudah berkelana pada satu sosok yang jauh dari pandangannya. Dia Byantara, pria yang berhasil mengacaukan hari-harinya karena sebuah pengakuan yang baginya tidak masuk akal.

Janetha tidak menyangka bahwa pengakuan Byantara akan sejauh ini. Dari percakapan mereka waktu itu, Janetha merasa dimanipulasi. Perasaannya semakin goyah, tapi juga kian takut di waktu bersamaan. Ya, komitmen yang Byantara tawarkan adalah hal yang Janetha benci entah sejak kapan.

Semakin Janetha berusaha mengabaikan ekspresi Byantara yang memintanya mempertimbangkan pengakuannya dalam ingatan, semakin sering juga wajah pria itu muncul di otaknya. Bahkan semalam Janetha memimpikan Byantara sampai hampir terlambat masuk kelas pagi. Ini benar-benar terasa mengancam bagi Janetha.

"Diem bae, cepirit ya lo?" Wafda mengikuti arah tatapan Janetha, "Kangen Pak Dos ya?"

"Iya, Pak Bahrun kok belum pulang umroh sih? Jangan-jangan kepincut unta mesir lagi?" Ujar Janetha yang dibalas toyoran di kepalanya oleh Wafda.

"Bukan Pak Bahrun, Mot!" Wafda berdecak, menatap pintu dosen disana dengan sorot menerawang, "Ah, lo paham kan aslinya. Si frozen food tuh. Pak Byan."

"Hah?" Janetha nampak sedikit kebablasan menunjukan raut paniknya sebelum kembali berlagak sok mencibir, "Sabit kali yang kangen, Blio!"

"HAHAHA!" Keduanya tertawa bersamaan mengingat ejekan itu. Beruntung Sabit tidak disana mendengarnya.

"Gak usah ngalihin topik!" Potong Wafda secepat hentinya tawa.

Wafda mencebikan bibir sembari menoleh pada Janetha. Disana hanya ada mereka selain tiga mahasiswa lainnya yang duduk agak berjauhan karena Ghina dan Sabit sedang dipanggil anggota BEM entah untuk urusan apa. Jadi Wafda bisa mulai mengintrogasi Janetha terang-terangan setelah berhari-hari memendam rasa penasaran.

"Ngaku! Lo ada fair sama Pak Byan kan?" Wafda menunjuk wajah Janetha yang memerah, "Lo tau gak, gue udah merhatiin lo sama Blio ini beberapa kali ketangkep mata gue saling salah tingkah pas lihat-lihatan. I mean, Pak Byan ini lho, sing biasane kaku kayak paku payung jadi gagal kaku gara-gara ngelihat you!"

"Bisa gak kalau ngomong satu bahasa aja?!"

Lagi-lagi Janetha mendapat toyoran Wafda.

"Dibilang! Gak usah ngalihin topik ya, tusuk sempol!" Ujar Wafda mendesak, "Lo apain Pak Byan? Lo pelet ya?!!"

Janetha melotot, bakat gosip Wafda sangat meresahkannya, "ASTAGHFIRULLAH, DA! Gue tau lo biang gossip kampus, tapi masa sohib sendiri lo gossipin sih, Da?! Enggakㅡini sih udah masuk fitnah. Da, lo bisa kena pasal 311 KUHP karena pencemaran nama baik, lho, Da. Tega bener, Ya Allah. Kebangetan emang, sedih gue, Da. Gak nyangkaㅡbfft, Anj!"

Ucapan Janetha terintrupsi karena wajahnya diusap kasar oleh Wafda yang sengaja melakukannya agar wanita itu berhenti bersuara.

"Dasar ratu drama! Emang selain ngehalu bakat lo emang ngedrama ya, Nyet." Wafda menggelengkan kepala, tapi dalam hati semakin yakin Janetha telah menyembunyikan sesuatu, "Makin kelihatan kalau lo gitu. Ckckck, cah wedok ruwet."

Cover - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang