14. Sebelum Lapang

268 55 17
                                    

Voment ya^^

Pertanyaan Byantara yang begitu mengejutkan Janetha berhasil membuat perempuan itu semakin gelisah. Sekalipun dia berusaha mengalihkan suara dalam dan sarat akan keseriusan pria itu di atap tadi, Janetha tetap tak bisa benar-benar terdistraksi oleh hal-hal lainnya. Mungkin kini Janetha betul-betul harus menyesal karena ikut dengan Byantara. Alih-alih pikirannya berkurang, pria dingin itu justru menambah gejolak di hatinya. Sayangnya, Janetha juga merasa keamanan dan kenyamanan saat bersama Byantara.

"Saya gak maksa kamu jawab sekarang, tapi tolong ya, Tha. Pertimbangin permintaan saya."

Janetha menggelengkan kepalanya guna menepis suara-suara Byantara dalam ingatannya. Rintik air dari rambut basahnya selepas mandi sampai membasahi sebagian kasur dan lantai kamar Byantara saking hebohnya Janetha menggelengkan kepala.

"Itu manusia kesurupan apa?" Desis Janetha sembari mengusap rambutnya dengan handuk Byantara yang dipinjamnya, "Ya Tuhan, pusing."

"Kamu kenapa?"

"Shit!" Janetha menoleh ke arah pintu kamar dan mendapati sosok Byantara yang berdiri dengan rambut basah seusai mandi tengah menatapnya bingung setengah penasaran, "Demen banget sih nongol tiba-tiba."

"Saya tanya kamu kenapa? Kok geleng-geleng? Dzikir? Apa sakit kepala?" Byantara menghela napas, "Saya masuk sebentar, ambil bedcover sama sarung."

"Bedcover? Buat apa?"

"Buat tidur lah. Masa buat masak."

"Loh, mau tidur dimana, Bang?"

"Ini kamu kode mau saya tidur disini?"

"Eh?" Janetha terkejut, lalu menatap Byantara kesal, "Ya maksudnya, gue aja yang tidur di luar. Ini kan kamar lo, gue cuma numpang ganti baju aja kok."

"Biar saya di luar."

"Bangㅡ" Janetha menatap Byantara yang menenteng benda-benda yang dibutuhkannya dalam pelukan, "Lo beneran naksir gue?"

Byantara menghela napas dan menatap Janetha lekat.

"Manner." Byantara melangkah mendekat, "Ada bahasa yang lebih bagus dari naksir gak? Umur saya gak cocok pakai kata itu. Udahlah, kamu istirahat aja. Gak usah mikir banyak-banyak, saya tahu kapasitas kepala kamu gak sebesar itu buat banyak mikir."

"Bangke!" Maki Janetha sembari melempar handuk basahnya yang berhasil di tangkap Byantara.

Byantara lantas tersenyum kecil dan mengembalikan handuk itu di kepala Janetha.

"Kalau butuh apa-apa saya di luar." Byantara baru melangkah sekali tapi kembali berbalik, "Sebentarㅡcharger laptop saya dimana ya?"

"Mana gue tahu!"

Byantara mendekati kasur, lalu mengangkat bantalnya dan menemukan apa yang dia cari. Tanpa Byantara sadar, posisinya dan Janetha berada terlalu dekat. Aroma maskulinnya menyeruak memenuhi indra penciuman Janetha yang seolah siap siaga menyambutnya. Begitu lembut dan menenangkan memang.

Profile wajah Byantara menyita fokus Janetha. Dan lagi-lagi, pertanyaan Byantara sebelumnya kembali terputar otomatis di kepala Janetha.

Byantara menawarkan rumah, bukan?

Saat Byantara hendak kembali menegakan tubuh, tatapannya bertemu dengan milik Janetha. Keduanya terdiam dalam sunyinya suasanya kamar itu.

"Astaghfirullah." Byantara segera bangkit saat sadar bahwa Janetha kembali berhasil menarik dirinya, "Udah kamu buruan tidur. Mau susu anget?"

Janetha melipat bibir lalu menggeleng.

"Saya di luar kalau ada perlu." Byantara mengusap leher belakangnya, "Istirahat, Tha."

Cover - CompleteWhere stories live. Discover now