D u a p u l u h s e m b i l a n

90.6K 11.9K 3.5K
                                    

Menikah dengan Bian membuat Anya menyadari satu hal, Bian mirip sekali dengan Joilin. Mereka berdua sama sama julid, sama sama banyak tingkah dan sama sama genitnya.

Seperti sekarang ini, Anya padahal sudah duduk di samping Bian, tapi mata Bian masih sempat sempatnya melirik janda anak satu yang kebetulan makan di depan meja mereka.

Dari mana Anya tau kalau wanita itu janda? Karena tadi Joilin sempat mengajak berkenalan putra dari wanita itu.

Bocah laki laki kecil seumuran Joilin itu berkata kalau papanya sudah meninggal tepat di ulang tahunnya yang ketiga.

Setelah mengajak kenalan bocah kecil itu, Joilin kembali ke meja mereka dan duduk anteng sembari berbisik kepada Papabi dan Anya.

"Kacian bocil itu. Papanya perlgi kayak mamah." Ujarnya.

Awalnya Anya ikut sedih mendengarnya. Tapi melihat Bian yang sesekali mencuri pandang sembari memberikan senyum kecil ketika mama dari bocah pria itu membuat Anya geram.

"Joilin, habis ini kamu tidur sama Papabi lagi ya sayang. Mama Anya mau kembali ke rumah Kakek kamu,"

"SAYANG!" Bian langsung menoleh dengan pekikan tertahan.

"Mama Nyanya angen cama engkong embah kakek?" Tanya Joilin.

Anya mengangguk cepat.

"Enggak, aku sama Joiy harus ikut." Bian memegang lengan Anya.

"Joilin di rumah sama Papabi ya sayang."

Joilin menoleh ke arah papanya lalu ke mamanya secara bergantian. Ini kenapa Papabi seperti ingin menangis, dan Mama Anya seperti ingin menghancurkan dunia ya?

"Nggak usah sentuh sentuh aku." Desis Anya, ketika Bian merangkul pinggangnya.

"Ya itu apa, mau pulang gitu. Baru seminggu nikah sayang, udah minta pulang aja. Tanpa aku sama anak kita lagi." Ujar Bian lesu.

Anya memberikan senyuman sarkas. "Baru seminggu nikah sayang. Tapi matanya udah ngincer istri kedua aja."

Bian melotot mendengar perkataan Anya.

Aduh, ternyata istrinya ini cemburu toh! Ngomong dong. Jadi Bian nggak perlu capek capek jadi sadboy.

"Kamu cemburu?"

"Dih, ngapain cemburu?" Anya berkata dengan sewot.

"Aku itu liat in anaknya, sayang. Lagi ngebayangin kalo punya anak cowok pasti enak."

"Ya sana buat."

"Sama kamu dong."

Anya menjiwit paha Bian dengan kencang, sampai pria itu meringis kesakitan.

"Gak usah alasan! Aku tau kamu liat in janda itu." Anya memicing kesal.

"Papabi celinguk? Eh celingkuh deng." Cetus Joilin sembari meminum jus buah pesanannya.

"Enggak. Enak aja. Papabi setia ya. Mama kamu ini yang cemburuan." Sangkal Bian. Ia juga masih berusaha membujuk istrinya yang cemberut.

"Kata Papi Jamal Papabi itu cuka celingkuh." Celetuk Joilin lagi.

Bian yang sedang berusaha membujuk Anya pun seketika terdiam. Ia menoleh ke arah Joilin yang kini ganti memakan ayam pop dengan sumpit kecil.

"Berapa kali Papabi bilang? Berhenti panggil tukang sayur itu papi. Yang boleh kamu panggil papa itu cuman Papabi."

Joilin menggelengkan kepalanya, "no no no. Kata papi Jamal, Joilin itu anak papi Jamal juga. Namanya aja cama cama J depanna."

"Papa kamu cuman Papabi. Enggak ada papa lain selain Papabi." Suara Bian terdengar tegas dan enggan dibantah.

Bad Duda [END]Where stories live. Discover now