41. ⛔️

33.3K 2.1K 500
                                    

Dikta membantu Jeno untuk melepaskan plaster putih yang sejak kemarin menempel ditangan pasien mudanya, setelah terlepas semua Dikta membuang plaster tersebut ke tempat sampah, sedangkan Jeno menatap punggung tangan kanan dan area brakialis tangan kirinya secara bergantian, terdapat sebuah titik hitam sangat kecil disana akibat tusukan jarum suntik kemarin.

" Kenapa kok sedih gitu, engga mau pulang? " Dikta bertanya, ketika melihat wajah pasien kecilnya berbeda hari ini.

" Mau! "

Dikta terkekeh kecil, lalu ikut duduk dipinggir brankar bersama Jeno yang tengah mengayunkan kedua kakinya karna ukuran brankar yang cukup tinggi dan luas itu membuat kaki jenjang Jeno itu tidak bisa menapak padahal tinggi Jeno sudah 170 keatas.

" Masih terasa sakit engga badannya? " Tanya Dikta, Jeno mengangguk ragu.

" Dimananya? "

" Punggung kebawah, linu sama nyeri "

" Sekarang masih terasa? " Jeno mengangguk kecil menjawab pertanyaan Dikta.

" Minum dulu obatnya baru kita pulang "  Tiffany menyodorkan segelas air putih serta satu butir obat berwarna merah muda kepada Jeno.

" Vitamin kok. " Ucap Dikta, meyakinkan ketika ditatap oleh pasien kecilnya.

Jeno menelan sebutir obat dengan bantuan air putih yang ia minum setengah, lalu Jeno kembali memberikan gelas tersebut ke sang bunda.

Pintu kamar mandi terbuka menampilkan Jeffrey yang baru saja keluar dari bilik pojok ruangan, jas yang tadinya melekat ditubuh besarnya kini sudah terlepas menyisakan kemeja berwarna hitam yang lengan panjangnya digulung hingga siku dengan dua kancing atasnya yang terlepas.

" Sini mas " Tiffany mengambil jas milik suaminya lalu memberikannya kepada Roy yang tengah membantunya memasukan pakaian kedalam tas.

Jeffrey mendekat kearah Jeno, tubuh Jeno langsung diangkat olehnya begitu saja dan dibawa kedalam gendongan koalanya, tindakannya yang tiba tiba ini membuat sendal yang putra bungsunya kenakan terlepas menyisakan kaos kaki panjang seatas mata kaki berwarna putih.

" Jalan aja boleh engga? " Tanya Jeno, dengan menatap sang papah polos.

" Bisa? " Jeffrey menatap putra bungsu.

Jeno mengangguk ragu, akhirnya Jeffrey menurunkan perlahan putra bungsunya.

" Come on, berjalanlah dengan perlahan " Ucap Jeffrey

Langkah demi langkah Jeno berjalan dengan sangat pelan, dilangkah ketiganya Jeno terdiam karna tubuhnya mendadak serangan sakit dan nyeri diarea punggung belakang kebawahnya.

Jeffrey menahan tubuh putranya dari belakang.

" Sakit? "

Jeno mengangguk, kedua matanya terpejam untuk menetalisirkan rasa sakit dan nyerinya.

" Digendong papah aja yaa sayang.. " Tiffany membujuk putranya.

Jeno mengangguk, Jeffrey kembali membawa tubuh putra bungsunya kedalam gendongan koalanya, Jeno melingkarkan kedua tangannya dileher Jeffrey dengan erat, kepalanya ia taru diatas bahu sang papah.

Jeffrey melangkah lebih dulu keluar ruangan, Tiffany menyusul dan menyamai langkahnya dan berdampingan disamping sang suami menuju ke lift, sedangkan Dikta mengekor dibelakang dengan para bodyguard milik Jeffrey.

" Sorry, can't accompany to the lobby. " Ucap Dikta, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dokternya.

Tiffany dan Jeffrey mengangguk mengerti.

Jevano WilliamWhere stories live. Discover now