1. Perasaan Aneh

19.9K 239 15
                                    

Minggu itu, adalah minggu yang tenang. Matahari terbit dari ujung timur seperti biasa, menampakkan sinarnya menembus jendela ruang rumah.

Di rumah itu, masih terbaring tidur seorang anak yang masih belia. Ia terlelap setelah semalaman bermain hingga malam bersama temannya, Anas, selepas mengaji.

"Nak, bangun yuk nak, udah pagi," sapa suara lembut kepada sang anak yang masih tidur.

"5 menit lagi ma, kan libur hari ini," jawab anak itu mencoba menegosiasi.

"Lho, katanya mau ke ulang tahun anas, hari ini kan acaranya?" Ujar sang Mama mengingatkan.

Dalam sekejap sang Anak membuka matanya dengan sangat lebar. Mama benar, ini hari spesial untuk sahabatku, Anas. Hari ini dia berulang tahun. Ia menatap ke mejanya melihat kado yang terlah terbungkus rapi berada di atasnya. Anak itu bangun dari tempat tidur dan langsung mencium pipi mamanya.

"Selamat Pagi Ma," ujarnya.

Sang Mama menicum balik pipi anaknya yang empuk berisi itu. Sungguh menggemaskan, sehingga membuat semua orang ingin mencubit, bahkan menciumnya.

Waktu pun berlalu, hingga menunjukkan pukul 07.00 pagi. Anak itu sudah berdandan rapi dengan baju kebanggaannya yang dibelinya untuk hari raya bulan lalu. Ia ingin tampil maksimal di hari yang berbahagia bagi sahabatnya itu. Ia melihat kembali undangan yang diberikan sahabatnya.

Tertulis, "Untuk Sahabat Ndutku, Dika". Dika hanya tersenyum jengkel dengan kartu undangan yang diberikan Anas.

Yak, dia adalah Dika, sahabat Anas sejak mereka masih sangat kecil. Jarak rumah mereka tidaklah jauh, hanya terletak di gang yang berbeda, sehingga tidak sulit bagi mereka untuk selalu main bersama. Mereka selalu bersama, karena sekolah mereka juga selalu sama dari TK hingga kelas 6 SD saat ini.

Dika berjalan penuh kegirangan menuju rumah Anas. Kado yang sudah disiapkannya sejak beberapa hari yang lalu tak lupa dibawanya.

Setibanya di rumah Anas, suasana masih sepi. Sepertinya ia datang terlalu pagi. Dika melihat seorang pria, tanpa mengenakan baju, hanya mengenakan celana jeans sedang menghias ruang tamu rumah anas. Dika memperhatikannya dari belakang tanpa bersuara. Punggungnya tegap, padat, seperti model yang terpahat dengan indah. Rambut-rambut di ketiaknya terlihat ketika ia memasang balon-balon di dinding.

Setelah selesai menghias ruangan itu, Pira tersebut membalikkan badan dan terkejut dengan kedatangan Dika.

"Ehhh, kamu Dika ya?" Tanya pria itu dengan suara baritonnya. Tangan pria itu tidak sabar ingin mencubit pipi Dika yang tembem itu. Tangannya terlihat sangat berurat dengan rambut halus di sepanjang lengannya.

"Eh iyaaa,.... Om?" Jawab Dika gugup.

Kini Dika bisa melihat pria itu dari ujung rambut hingga ke ujung kakinya. Rabutnya terpotong pendek rapi dengan kumis dan jambang yang menyatu menghiasi wajahnya. Tatapan matanya tajam namun sangat teduh saat tersenyum dengan wajah tampannya kepada Dika. Dadanya sangat bidang, dipenuhi dengan rambut-rambut tipis serta putingnya yang berwarna kecoklatan memperindah bagian tubuh itu. Tak hanya itu, rambutnya juga menghiasi perutnya yang sedikit berisi, tidak gendut, hingga menghilang dibalik celana jeansnya. Celana jeans ketatnya membuat sebuah bongkahan terlihat menonjol. Dika sangat kagum dengan badan pria itu.

"Kamu lupa sama om?" Tanya pria itu balik

"Ehh Dikaa, udah dari tadi?" Tanya anas memotong percakapan Dika dan Pria itu.

Dika hanya mengangguk menjawab pertanyaan Anas.

"Yah, udah selesai masang balonnya?" Tanya Anas dengan riang kepada pria itu. Anas dan sang ayah berbincang mengenai dekorasi ulang tahun yang dirancang ayahnya.

"Ayah?" Tanya Dika dalam hati. Ahhh, sekarang dia ingat siapa pria tampan yang ada di depannya itu. Dia adalah Om Muhlis, ayah Anas. Semenjak kematian istrinya, om muh merantau ke kota batam selama beberapa tahun di sana. Banyak pekerjaan yang ia lakukan di sana, mulai dari buruh serabutan di pasar, buruh bangunan, hingga akhirnya ia dipercaya sebagai mandor di sana. Tak heran jika badannya terbentuk secara alami. Selama merantau, Anas tinggal bersama kakek dan neneknya di rumah.

Om Muh masuk ke dalam kamarnya dan kembali dengan mengenakan kemeja biru kotak-kotak yang terlihat sangat fit dibadannya. Hal itu tidak menutupi karisma dan kejantanannya.

Acara ulang tahun ke 11 Anas ini, berlangsung cukup meriah. Banyak teman-teman Dika dan Anas yang hadir. Mereka bermain, bernyanyi bersama, dan makan kue bersama. Anas mendapat banyak sekali kado. Terutama dari sang Ayah yang memberikannya kado yang sangat besar berisikan berbagai macam mainan dan Hp baru.

Sepanjang acara Dika tidak bisa melupakan badan ayah Anas yang dilihatnya. Ia bingung, jantungnya berdetaknlebih kencang ketika ia mengingat hal itu. Perasaan aneh yang tidak bisa ia jelaskan dalam pikiran anak-anaknya. Ia selalu mencuri pandang untuk melihat ke arah Ayah Anas. Ketika mata mereka saling bertemu, Om Muh memberikan senyuman terbaiknya kepada Dika.

Setelah acara, Dika bersiap untuk pulang, dan berpamitan pada Anas yang asik bermain dengan kadonya. Dika juga berpamitan kepada kakek dan nenek Anas yang ada di dapur. Ia mencari-cari dimana ayah Anas berada, namun tidak ada di dalam rumah.

"Udah mau pulang Dik?" Tanya Ayah Anas. Ternyata ia sedang duduk di teras rumahnya sambil merokok. Kancing kemejanya telah terlepas dari tempatnya menampakkan sedikit dari badannya itu.

"Iyaa om. Dika pamit dulu," jawab Dika menghampiri om Muh. Ia mencium tangan om muh. Dan lagi, om muh tidak tahan untuk memainkan pipi Dika.

"Dik?" Tanya Om Muh singkat.

"Ya om?" Jawab Dika kebingungan.

"Boleh om cium pipimu? gemes banget om sama pipimu itu," tanya om Muh ragu.

Dika tidak terkejut dengan pertanyaan itu, sudah banyak orang yang ingin mencium pipinya itu. Tanpa menjawab, ia langsung menyodorkan pipinya itu ke hadapan om Muh.

Om Muh mengerti gelagat Dika, dan langsung menempelkan pipi dan bibirnya di pipi Dika. Tangannya memegang belakang kepala Dika. Dika merasakan sensasi lain letika dicium oleh Om Muh. Jantungnya berdetak kencang ketika om Muh melakukan itu padanya. Kumis dan jambangnya menggelitik pipi Dika, menimbulkan sensasi yang belum pernah ia rasakan dari orang-orang yang sering mencium pipinya.

Puas bermain dengan pipi Dika, Om Muh melepaskan tangannya dari Dika.

"Gantian Om!" Seru Dika spontan

"Hahahaha, kamu ini," ujar Om Muh tanpa menaruh curiga sedikitpun pada Dika. Ia lantas mendekatkan pipinya ke arah Dika. Dika tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia langsung mencium pipi itu. Dika meresapi setiap gesekan antara hidung dan bibirnya dengan pipi Om Muh. Wangi maskulin yang terpancar dari om Muh membuat Dika seakan mabuk dan enggan untuk melepaskan ciumannya di pipi Om Muh. Setelah puas, Dika pun melepaskan ciumannya dari pipi Om Muh.

Dika pun berlalu pulang dengan perasaan aneh. Ia sangat senang bertemu Om Muh. Tapi ia merasa, bukan hanya itu saja perasaannya. Ia merasa, panas ketika bersama Om Muh...

TBC

yak sekian dulu cerita permulaan kenakalan Dika. Terima kasih sudah membaca, dan sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Dika dan Para Suami - New ChapterWhere stories live. Discover now