13. Dapur

5.5K 94 3
                                    

⚠️👩‍❤️‍👨🔞⚠️

Hari berlalu, dan bulan berganti. Kedekatan Dika dan Ustad Izhar kini sudah semakin erat. Bahkan jauh lebih erat dari kedekatannya dengan Om Muh. Setiap hari ia selalu berkunjung ke rumah Ustad Izhar. Bahkan ia kerap kali menolak untuk diajak ikut dengan Papa dan Mama untuk bepergian. Ia lebih memilih untuk dititipkan di rumah Ustad Izhar. Ustad Izhar dan Mbak Umi tidak masalah dengan itu. Justru mereka senang dengan adanya Dika. Membuat rumah mereka menjadi ramai.

Dika kini sudah menginjak akhir sekolah dasar. Otaknya yang encer, membuat Dika tidak kesulitan untuk menghadapi semua mata pelajaran di sekolah.

Hari ini, kegiatan di sekolah Dika hanyalah bermain, karena ia baru saja menyelesaikan ujian terakhirnya kemarin. Guru-guru sedang rapat, sehingga para murid diminta untuk pulang lebih awal.

Seperti biasa, Dika dan Anas pulang bersama dengan berjalan kaki. Anas mengajaknya bermain di rumahnya, namun Dika menolak. Ia beralasan akan pergi ke suatu tempat bersama Mama dan Papanya. Di perjalanan, Dika membeli minuman es cekek terlebih dahulu. Ia tak kuat dengan panasnya cuaca hari itu.

Tentu saja itu hanyalah sebuah alasan, ia ingin pergi ke tempat Ustad Izhar. Hubungan Dika dan Anas baik-baik saja. Mereka masih sering bermain, meskipun tidak seintens dulu, apalagi ketika ada Om Muh.

Di pertigaan jalan, mereka berpisah. Dika berjalan menuju arah rumahnya, namun ia berbelok di pertigaan berikutnya. Ia tahu betul kemana kakinya melangkah. Ia menuju rumah Ustad Izhar di ujung sana.

Dika kini bisa melihat rumah yang menjadi favoritnya itu. Ia tak sabar ingin menceritakan kegiatannya selama ujian berlangsung kepada Ustad Izhar dan Mbak Umi. Seminggu lalu, Dika memang tidak pernah bermain ke sana karena dilarang oleh Mamanya untuk bermain. Ia harus fokus melaksanakan ujian.

Rumah Ustad Izhar memang terletak paling ujung dari jalan yang dikelilingi kebun yang cukup luas. Di belakangnya ada sawah yang menjadi tempatnya untuk bercocok tanam. Sehingga jarang sekali ada orang yang melewati rumahnya. Rumah itu merupakan peninggalan dari kedua orang tua Mbak Umi.

"Assalamualaikum," teriak Dika di depan pintu kayu rumah Ustad Izhar.

Tidak ada sambutan dari dalam. Dika pun kembali mengucap salam.

Sepi.

Masih tidak ada jawaban dari dalam rumah itu. Dika berpikir mungkin ustad Izhar dan Mbak Umi sedang di sawah, mengingat masih sekitar pukul 10 pagi.

Dika memutuskan untuk berjalan ke belakang rumah Ustad Izhar untuk menuju sawah. Langkah Dika terhenti ketika melihat pintu belakang rumah Ustad Izhar sedikit terbuka.

"Dek... uh," desah Ustad Izhar. Dika menajamkan telinganya. Ia mendengar Ustad Izhar sedang mendesah. Ia berjalan mengendap menuju pintu itu.

"Uhhhh, Dek... ayolah, Mas masih pengen," ucap ustad Izhar pada mbak Umi. Percakapan itu tertangkap oleh kuping Dika yang sedang mengintip di balik pintu yang terbuka itu. Meskipun celah itu sempit, namun Dika masih bisa melihat seluruh ruangan itu

Dika membelalakkan matanya ketika melihat Ustad Izhar sudah tidak mengenakan pakaiannya, telanjang bulat, dengan posisi mebelakangi pintu dan mendekap Mbak Umi yang sedang mencuci piring. Tampak Mbak Umi masih mengenakan pakaian lengkapnya beserta kerudung. Dika menjatuhkan es yang dipegangnya karena saking terkejutnya.

"Semalem kan udang Kang, akang teh ngaceng, masih pagi juga. Ntar kalo ada yang liat gimana?" tanya Mbak Umi.

"Ga bakal ada yang liat sayang, Dika juga masih ujian, gaakan ada yang ke sini. Mau yahhh?" Bujuk Ustad Izhar. Tangannya tak tinggal diam. Ia menyingkap daster Umi dan meraba area selangkangan istrinya itu dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya meremas buah dada Umi. Napasnya mulai memburu.

Dika dan Para Suami - New ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang