19. Sedih dan Bahagia

725 43 7
                                    

Senin itu, Dika pulang sekolah dengan buru-buru. Ia tak sabar untuk menemui Ustad Izhar, sebelum kepergiaannya. Ia tahu bahwa hari ini Ustad Izhar akan pergi. Sudah sejak pagi ia menjadi tidak tenang dan gelisah. Bahkan banyak pelajaran yang tidak masuk dalam pikirannya.

"Assalamualaikum," ucap Dika. Ia berlari menuju kamarnya untuk mengganti bajunya.

"Waalaikumusalam, makan siang Dik, udah mama siapin cumi hitam kesukaan kamu," jawab Mama.

"Nanti aja ma," jawab Dika dari dalam kamar.

Setelah mengganti pakaian, Dika bergegas lari keluar rumah.

"Eh mau kemana Dik?" tanya Mama.

"Mau ke rumah Ustad Izhar Ma, assalamualaikum," jawab Dika sambil berlari.

"Lhooo, tapiii..." belum sempat Mama Dika menyelesaikan ucapannya, Ia sudah tak melihat Dika. Ia sudah pergi dengan cepat ke rumah Ustad Izhar.

Setibanya di rumah Ustad Izhar, Dika tak melihat adanya aktivitas di dalam rumah itu.

"Om ustad! Omm!" Teriak Dika sambil mengetuk pintu. Tak ada satupun jawaban terdengar dari dalam.

Dika berjalan mengitari rumah Ustad Izhar menuju dapur.

"Om!!!" Teriak Dika dengan lebih kencang. Namun tetap tidak ada jawaban dari Ustad Izhar.

"Om!!!" teriak Dika lagi. Dika mulai khawatir. Ia kembali mencoba mengintip di setiap jendela rumah Ustad Izhar dan kembali meneriakkan ustad Izhar.

"Om ustad kemana?" Tanya Dika lirih. Air matanya mulai menggenang di matanya. Ia duduk terisak di depan pintu rumah Ustad Izhar. Air matanya tak terbendung lagi, ia nangis sejadi jadinya. Dadanya sesak.

Ia tak menyangka Ustad Izhar sudah pergi tanpa berpamitan dengannya. Ia masih ingin melihat wajah Ustad Izhar untuk terakhir kalinya. Namun jauh panggang dari api. Hatinya hancur.

Dika yang sedang tertunduk menangis dikagetkan dengan seseorang yang menepuk pundaknya pelan.

"Om Ustad?" tanya Dika berharap yang menepuknya adalah orang yang dicarinya. Wajahnya terlihat antusias.

Namun ia tak mendapati wajah Ustad Izhar. Melainkan Mamanya sendiri. Melihat itu, Dika kembali menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk mamanya dengan erat dan terus menangis.

"Om ustad jahat ma! Huaaaa. Pergi... tapi gak... Bilang sama dika. Huaaaa" tangis Dika di pelukan Mamanya.

Mamanya hanya terdiam membiarkan anaknya melepaskan semua perasaan sedihnya. Ia mengelus punggung Dika pelan, menenangkan Dika.

"Dika... masih mau ketemuu... Huaaa" imbuh Dika.

Semua tangisan Dika meluap, membuat baju mamanya pun basah oleh tangisannya. Beberapa waktu berlalu, tangisan Dika perlahan mereda.

"Sayang, Om Ustad kan perginya sampe adeknya lahir. Habis itu Om Ustad balik lagi ke sini. Nanti kan Dika bisa main sama Om Ustad, Mbak Umi, dan adeknya yang kecil," ucap Mama menghibur Dika.

Dika melepas pelukannya pada Mamanya. Mama Dika menatap mata Dika dengan penuh kasih sayang, dan mengelap air mata Dika yang masih ada di mata dan pipinya.

"Sekarang kita pulang dulu ya, nanti kalo Dika kangen, kita telepon Om Ustadnya ya," ajak Mama.

Dika mengangguk pelan dan menggandeng tangan Mamanya. Mereka berjalan pelan. Dika masih terlihat terpukul dengan kepergian Ustad Izhar.

Kesedihan Dika berlarut hingga beberapa hari. Ia terlihat tidak bersemangat. Bahkan ketika teman-temannya mengajaknya bermain, Dika lebih memilih untuk di kamarnya.

Dika dan Para Suami - New ChapterWhere stories live. Discover now