6. Temaram Lampu

7K 165 17
                                    

Om Muh membopong Dika dengan penuh kasih sayang. Diletakkannya Dika di atas kasurnya secara lembut dan perlahan.

Untuk kamar seorang lelaki, bisa dibilang kamar Om Muh sangat luas dan rapi. Semua tertata dengan sangat teratur. Kamarnya pun wangi, seperti aroma tubuh Om Muh.

"Dika kalau tidur lampunya dinyalain atau ngga? tanya Om Muh.

"Udah biasa dimatikan Om," jawab Dika.

"Ya sudah, kita hidupin lampu tidur aja ya," tambah Om Muh. Om Muh mulai mematikan saklar lampu utama, dan menghidupkan lampu tidur yang temaram.

"Dika tidur ya, Om Mau ngunci pintu dulu," terang Om Muh. Dika mengangguk. Om Muh kemudian keluar kamar dan memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci dengan sempurna.

Om Muh kembali ke kamarnya dan mendapati Dika memejamkan matanya. Om Muh melepaskan kaos ketatnya, dan mengenakan sarung. Ia pun melepas celana pendek yang ia kenakan dari balik sarung itu. Tak lupa, celana dalamnya juga ia lepaskan. Sudah menjadi kebiasaan bagi Om Muh untuk tidur tanpa mengenakan celana dalam. Hal itu membuat barangnya tergantung lega tanpa penghalang. Ia segera naik dan berbaring disebelah kiri Dika. Tangan kanannya diletakkan di belakang kepala, Om Muh tidak bisa tertidur.

Mengetahui Om Muh sudah berbaring disisinya, Dika lantas memeluk tubuh Om Muh dari samping. Tangannya melingkar di bagian perut Om Muh, sehingga kepalanya berada tepat di depan ketiak Om Muh. Tidak ada perasaan jijik yang dirasakan Dika. Pasalnya, ketiak Om Muh tidak bau seperti kebanyakan orang. Om Muh selalu menjaga penampilannya, ia tidak mau dicap sebagai orang yang rusuh, sehingga ia selalu berdandan rapi dan wangi. Hal itu malah menjadi candu bagi Dika.

"Lho Dika masih belum tidur?" tanya Om Muh.

Dika hanya menggeleng, namun tetap memejamkan matanya mencoba tidur. Om Muh mulai mengelus-elus kepala Dika, mencoba meninabobokan Dika. Hal itu membuat Dika menjadi jauh lebih tenang, dan perlahan mulai terlelap.

Hari semakin malam, tetapi hujan tak kunjung reda. Mata Om Muh masih segar, ia tak bisa tidur. Sedangkan Dika sudah terlelap dengan posisi yang masih memeluk tubuhnya.

Om Muh tidak bisa melupakan kejadian tadi sore, ketika Indah memberikan rangsangan yang sudah sangat ia rindukan. Tidak bisa dipungkiri, meskipun ia tidak suka dengan Indah, tapi rangsangan itu sangat Om Muh inginkan. Sudah sangat lama ia tidak dijamah oleh wanita, apalagi oleh wanita semonton Indah.

Ia masih bisa merasakan tangan halus Indah yang memainkan putingnya, lidah indah yang menjilati tengkunhnya, serta remasan-remasan halus di kontolnya. Semua kenikmatan itu membuat Kontol Om Muh berdiri dibalik sarungnya.

Pikirannya kembali mengingat kembali momen ketika ia memainkan memek Indah. Om Muh melihat tangannya itu. Ia masih bisa mesarakan rambut-rambut halus memek Indah, dan juga lendir yang membasahi memek itu. Pikiran itu membangkitkan gairah Om Muh.

Tangannya melonggarkan ikatan sarung yang ia kenakan dan menyingkapnya ke atas. Terlihat kontol kebanggaannya mengacung tegak dan berkedut. Diraihnya kontol tersebut dan muali dikocoknya naik turun. Ia tidak menghiraukan Dika yang sedang tidur nyenyak di sampingnya. Ia mengocoknya sambil membayangkan kejadian tadi sore dengan Indah. Deru nafasnya mulai memburu.

Om Muh memejamkan matanya, di dalam bayangannya, Om Muh sedang memaksa Indah untuk berjongkok dihadapannya sore itu. Ia membuka celananya dan Indah dengan sigap mengoralnya. Dimasukkannya semua kontol Om Muh ke dalam mulut Indah hingga Indah tersedak. Om Muh mencoba mengingat rasa ketika seseorang menyepong kontolnya itu. Puas dengan itu, kini bayangannya semakin memanas. Ia memposisikan Indah menungging di atas meja kayu tempat ia membuat pintu. Dijilatnya memek Indah yang sudah sangat becek. Lalu Om Muh menghentakkan kontolnya dengan keras ke dalam memek Indah. Om Muh menghentakkannya cukup keras membuat Indah kewalahan.

Dika dan Para Suami - New ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang