Satu; Hari Pertama Sekolah

2.4K 344 29
                                    


"Tidak semua ekspektasi berakhir indah.
Tidak semua hal-hal indah harus sesuai ekspektasi."

•••


SETELAH lima belas tahun tinggal di Bumi, Valeria akhirnya menyadari; semesta selalu lebih berpihak pada Abang dibandingkan dirinya. Tidak peduli seberapa keras usaha Valeria, tetap Abang pemenangnya. Hal ini berlaku dalam kondisi apa pun. Mungkin ini yang dinamakan kutukan si bungsu. Sebagai anak terakhir, garis takdirnya hanya memperoleh sisa-sisa dari saudara sekandung yang lebih dulu lahir ke dunia.

Salah satunya... jatah keberuntungan.

"Val, maaf bunda lupa ada janji sama klien di Surabaya. Sekarang bunda lagi perjalanan ke bandara, penerbangan pagi."

Suara Karina, bundanya, dari seberang telepon terdengar seperti sambaran petir. Cerah yang semula terlukis di wajah Valeria langsung sirna, tergantikan dengan kelam dan netra menyorot kosong. "Terus hari ini aku berangkat sekolah dianter siapa?"

"Sama Abang dulu, ya?"

Jawaban yang paling Valeria takutkan akhirnya keluar dari bibir Karina. Kedua kaki Valeria seketika kehilangan daya, memaksanya terduduk lemas di anak tangga terakhir. Mimpi buruk yang sejak jauh-jauh hari telah ia semogakan tidak terjadi, kini menjadi kenyataan. Lebih buruk, bahkan.

"Terserah kamu mau nebeng Damian, Jerry, Reza, atau Leo. Tapi saran bunda mendingan kamu bareng Reza, kalau nggak Leo. Soalnya jalan agak macet, lebih cepet berangkat naik motor," ucap Karina memecah hening yang sempat Valeria ciptakan.

Valeria ingin sekali membantah. Tetapi, sebelum melontarkan sepatah kata pun, Valeria mengurungkan niatnya. Selain sadar diri tidak memiliki kuasa untuk menentang Karina, Valeria tidak yakin pengaruhnya—yang tak seberapa itu—dapat mengubah keadaan.

Terpaksa Valeria mengandalkan strategi terakhir; mencari yang terbaik dari yang terburuk. Valeria mengalihkan pandangannya ke arah meja makan, dengan cepat memindai satu-persatu pemilik nama yang baru saja disebutkan oleh bundanya.

Dimulai dari Damian. Cowok berusia 28 tahun itu merupakan anak tertua di rumah ini. Selain memiliki angka usia terbesar, Damian dianugerahi tubuh paling tinggi dan berotot di antara adik-adiknya. Wajahnya berbentuk berlian dengan garis tulang rahang tegas. Rambutnya selalu di sisir ke belakang menggunakan gel, serasi dengan pakaiannya yang tidak pernah jauh-jauh dari setelan kemeja necis dan celana kain. Alis tebalnya membingkai sepasang mata sipit yang bentuknya menyerupai bulan sabit setiap kali tersenyum.

Namun, bulan tersebut jarang terlihat lantaran wajah Damian selalu menyorot serius. Apalagi setelah cowok itu resmi menjabat sebagai direktur di perusahaan Bunda, bibir tipisnya nyaris tidak pernah menyunggingkan seulas senyuman.

Perhatian Valeria beralih pada cowok yang duduk di samping Damian. Cowok itu adalah Jerry, usia 25 tahun, anak tertua kedua di rumah ini.

Berbeda dengan Damian, Jerry terlihat jauh lebih ramah karena bibirnya yang berbentuk hati sering tersenyum—Valeria sempat curiga Jerry melakukan itu hanya untuk memamerkan lesung di kedua pipinya. Rahangnya persegi dengan hidung mancung dan kelopak mata sedikit memanjang menyerupai kacang almond. Meskipun menjabat sebagai Legal Officer, penampilan Jerry tidak seformal Damian. Beberapa kali cowok itu ke kantor hanya mengenakan kaus dan blazer. Rambut pendeknya pun sering dibiarkan jatuh seadanya. Kadang tidak disisir sama sekali.

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Where stories live. Discover now