Tiga; Payung Hitam

1.8K 287 22
                                    


"Suaranya telah tandas. Sebab, kerap kali
dibungkam, hingga redam."

•••

DI LUAR hujan masih belum berhenti bertaruh. Senja yang seharusnya mendominasi langit tampak kelabu, diselimuti awan mendung dan kilat putih yang menimbulkan suara bergemuruh marah. Dingin memeluk erat tubuh Valeria, entah karena pengaruh cuaca atau karena pria yang duduk di kursi pengemudi.

Valeria melemparkan pandangannya ke luar jendela. Berlagak menjadi pluviophiles, pengagum hujan. Padahal, ia sedang berusaha membunuh sunyi yang tercipta di antara dirinya dan Damian. Sunyi yang berjarak, canggung, dan asing.

Selama ini, Valeria tidak pernah percaya pada kutipan yang mengatakan waktu dapat membunuh banyak hal. Namun, pandangannya tak lagi sama sejak Damian lulus kuliah, tepatnya 7 tahun yang lalu. Ternyata, waktu benar-benar dapat membunuh banyak hal. Bukti nyatanya... Damian.

Di dalam memori ingatan Valeria, ada sepotong kenangan tentang Damian. Mulai dari Damian yang senang bercanda, Damian yang selalu mendampingi Valeria membeli mainan baru, Damian yang siap menemani Valeria menonton berbagai genre film mulai dari aksi, horor, komedi, bahkan Barbie, dan Damian yang rajin menyeduh susu cokelat hangat kesukaan Valeria setiap malam tanpa perlu diminta.

Sayangnya, sosok itu telah pergi. Tergantikan dengan Damian yang kaku, serius, sibuk bekerja, jarang di rumah, dan lebih senang berkutat dengan berkas dibandingkan bergurau dengan adik-adiknya.

Waktu telah membunuh karakter Damian, menjadikannya asing yang tak lagi Valeria kenali. Waktu juga merenggangkan ikatan yang semula erat. Seperti halnya lekat yang menjelma menjadi jarak di antara Valeria dan Damian. Jarak yang terlampau luas untuk diseberangi sendirian.

Kini, keduanya tidak lebih dari sepasang asing yang terperangkap dalam satu rumah, satu ikatan darah.

"Gimana hari pertama sekolah?" tanya Damian, membuka percakapan.

Valeria yang dulu mungkin akan langsung bercerita panjang lebar tentang bagaimana harinya pada Damian tanpa ragu. Tetapi, Valeria yang sekarang sudah bukan lagi seorang pendongeng. Barangkali, bertambah usia membuatnya tidak lagi senang bercerita. Barangkali, pendongeng telah lama kehilangan pendengarnya.

"Seru," jawab Valeria. Sebisa mungkin mengulas senyuman ceria meskipun suaranya terdengar sangat canggung, bahkan di telinganya sendiri.

Mulanya, Valeria pikir percakapan akan berhenti di situ, mengingat sudah lama sekali tidak ada dialog panjang yang terlanjin di antara mereka. Wajar jika Valeria sedikit terkejut mendengar Damian kembali buka suara. "Tadi lama nunggunya?"

"Maksudnya nunggu dijemput?" pertanyaan Valeria dijawab anggukan singkat oleh Damian. "Lumayan. Tapi, kenapa jadinya Bang Damian yang jemput aku?"

"Leo lupa bawa jas hujan."

"Oh..." Valeria mengangguk kecil. Tidak terlalu terkejut mendengar kabar itu. Bisa dibilang ini bukan pertama kalinya Leo lupa membawa barang penting. Jangankan jas hujan, dompet pun pernah. Hanya ada satu barang yang tidak pernah dilupakan olehnya; parfum. "Berarti sekarang Bang Leo masih di kampus?"

"Udah pulang."

Valeria menoleh sepenuhnya. "Hujan-hujanan?"

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Where stories live. Discover now