Dua; Teman Sebangku

1.8K 294 11
                                    


"Banyak raga bertemu. Namun, tak semua rasa
berakhir menjadi satu."

•••

SEMILIR angin menyusup rikuh melalui celah jendela, menggelitik lembut permukaan kulit Valeria. Sensasi sejuk yang diciptakan olehnya membuat sang pemilik refleks memejamkan mata.

Damai... itulah yang Valeria rasakan sekarang.

Perlahan Valeria kembali membuka mata. Netranya menyapu setiap sudut ruang kelas, memerhatikan wajah-wajah baru yang akan menemaninya satu tahun ke depan. Barangkali, kelak mereka dapat menjadi teman baiknya. Barangkali, kelak salah satu di antara mereka akan mendampinginya menulis sebuah skenario manis yang melampaui garis pertemanan.

Meskipun sulit untuk dibayangkan, kenyataan takdir memang selalu tak terduga. Semua hal yang terlihat mustahil dapat terjadi tanpa aba-aba. Jadi, kemungkinan adanya cinta lokasi di kelas ini bisa dibilang bukan sesuatu yang tidak mungkin. Kecuali jika ada pihak ketiga yang bersikeras mengacaukan takdir itu.

Valeria menghela napas berat. Hatinya yang semula sudah tenang kembali bergemuruh mengingat tingkah Leo di parkiran beberapa menit lalu. Kejadian tersebut membuat Valeria mulai ragu. Ia tidak yakin dapat mewujudkan salah satu harapannya di bucket list; Pacar. Jangankan pacar, berteman dengan kaum adam pun sukar untuknya. Bagi abang-abang Valeria, tidak ada cowok baik di dunia ini selain mereka berempat.

"Selamat pagi."

Suara bariton itu menyentak lamunan Valeria. Terlalu hanyut dalam perdebatan di kepala, Valeria sampai tidak menyadari bel masuk telah berbunyi. Dilihat dari mimik wajah terkejut teman-teman sekelasnya, Valeria menduga bukan dirinya seorang yang dibuat terkejut dengan kehadiran Pak Ramos, wali kelasnya.

Butuh waktu cukup lama untuk Valeria menyadari arah pandangan teman-teman bukan tertuju pada Pak Ramos, melainkan cowok jangkung yang berdiri di samping pria itu.

"Zion Hugo," ucap cowok jangkung itu memperkenalkan diri. Tidak banyak data diri yang diberikan. Zion terlalu tertutup sekadar untuk menjelaskan dirinya adalah siswa baru pindahan dari Bandung, sampai-sampai Pak Ramos harus mewakilinya. Pantas saja wajah Zion tampak asing. Ternyata, cowok itu tidak ikut berpatisipasi dalam acara MOS tempo hari.

"Silahkan duduk di bangku yang masih kosong," ujar Pak Ramos, memberi kesempatan pada Zion untuk memilih.

Sesaat Zion mengedarkan pandangan, mencari bangku yang masih kosong. Ada tiga kandidat; meja di barisan sudut jendela, tengah-tengah ruang kelas, dan barisan paling belakang. Mulanya, Valeria pikir Zion akan memilih meja di barisan paling belakang karena cowok itu cukup lama memandang ke arah sana. Di luar dugaan, Zion tidak menghampiri meja tersebut dan malah mengubah haluan.

Valeria membelalakkan mata, terkejut saat Zion berjalan menghampiri mejanya. Tanpa izin cowok itu langsung menarik kursi, duduk di samping Valeria.

Dalam jarak sedekat ini, Valeria baru menyadari Zion ternyata lumayan tampan. Bentuk wajahnya oval tirus, dengan hidung mancung, mata sipit yang menyorot tajam, dan bibir tipis merona alami. Ada tahi lalat di sudut mata kanannya. Kalau menurut Primbon Jawa, seseorang dengan tahi lalat ini memiliki karakter rendah hati, pandai, dan mudah dipercaya. Mungkin karena cara menatap Valeria yang mencolok, Zion tiba-tiba menoleh. Tindakan cowok itu membuat Valeria gelagapan.

"Halo," Valeria menyunggingkan senyuman kaku, berusaha tetap terlihat tenang meskipun telah tertangkap basah sedang mencuri pandang. Perlahan Valeria mengulurkan tangan kanannya, ingin memperkenalkan diri. "Salam kenal. Gue Valeria Amber—"

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang