Delapan; Membuka Pintu

452 39 2
                                    

"Kamu adalah lautan yang ingin kuselami kedalamannya. Aku mendayung, mendayung, mendayung, lalu tenggelam. Ternyata... ombakmu terlalu megah untukku yang tak pandai menyelam."

***



TIDAK pernah terbayangkan sebelumnya, Valeria akan terjebak dalam situasi yang hanya dimiliki oleh tokoh utama dalam sebuah cerita. Celine mungkin akan senang berada di posisinya saat ini. Tetapi, kesenangan itu tidak dapat dirasakan oleh Valeria.

Valeria menunduk dalam. Menyembunyikan wajahnya di balik surai rambut. Sengaja menghindari sejumlah perhatian yang diberikan oleh siswa-siswi di selasar usai melihat kedatangannya bersama Doni. Alih-alih menikmati hak istimewa sebagai tokoh utama, Valeria justru memahami bagaimana rasanya menjadi tokoh yang dibenci hampir seluruh siswi di sekolah karena terlihat akrab dengan tokoh utama.

"Nanti istirahat mau makan bareng lagi?"

Pertanyaan Doni menyeret Valeria dari kesibukannya menghindari tatapan siswi-siswi yang terang-terangan menunjukan kebencian dan iri hati. "Boleh," jawabnya tidak tahu diri.

Kata Bunda, tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan baik. Karena hidup penuh penyesalan tidak lebih menyeramkan daripada hidup tanpa impian. Berbekal nasihat itu, Valeria memilih menutup mata dan telinga. Masa bodoh dengan pendapat orang lain. Selama bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Doni, Valeria tidak memedulikan hal lain.

"Sip," Doni menyeringai. "Kalau gitu gue ke kelas duluan, ya?"

Valeria membalas Doni dengan senyumannya yang paling manis. "Oke, makasih buat tumpangannya tadi."

"Makasih aja, nih?"

Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, Doni kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Valeria harus berpikir lebih keras untuk menebak maksud laki-laki itu. Dulu, Doni menukar kebaikannya dengan nomor ponsel Valeria. Sekarang, Valeria tidak tahu apalagi yang Doni inginkan darinya.

"Besok Sabtu sibuk nggak?" tanya Doni dijawab gelengan kepala oleh Valeria. "Mau nonton bareng?"

Eh?

Jantung Valeria untuk kesekian kalinya berulah. Valeria masih berusaha mencerna maksud ucapan Doni dengan kemungkinan yang paling logis. Tetapi, logika terlanjur ditundukan oleh suara hatinya yang tidak henti-hentinya memekik nyaring; Kak Doni ngajakin gue ngedate!

Tidak ingin terlihat terlalu kegirangan, Valeria memilih mengenakan topeng. Berlagak tenang meskipun rongga dadanya mulai terasa sesak. "Sabtu harusnya senggang, sih."

Doni mengusap tengkuk lehernya salah tingkah. Pemandangan yang tidak biasa mengingat Doni lebih sering tampil percaya diri—nyaris tidak punya malu—dibandingkan tersipu seperti ini. "Berarti oke, nih?"

"Oke," jawab Valeria malu-malu.

"Ehm, kalau gitu gue duluan, ya?" Doni mengulang pamitnya. "Kali ini beneran."

Valeria tertawa. "Iya, hati-hati di jalan, Kak. Jangan sampai kesandung. Aku bisa bantu obatin lukanya, tapi nggak sama malunya."

Kini, giliran Doni yang tertawa. "Oke, gue hati-hati. Gawat kalau lo jadi ilfeel sama gue."

"Kenapa gawat?"

Doni hanya menyunggingkan senyuman simpul. Membuat Valeria tanpa sadar menduga-duga apakah jawaban yang laki-laki itu simpan mengandung makna yang sama dengan miliknya.


***


"Kok, lo bisa berangkat bareng Kak Doni?" tembak Sissy tanpa basa-basi. Perempuan itu bahkan tidak berniat menunggu Valeria meletakkan ranselnya lebih dulu.

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora